*Anies Akan Cabut Larangan Terima KIP Bagi Anak Tidak Mampu*
Jakarta– Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akan mengintegrasikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai program nasional arahan Presiden dengan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bila keduanya terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017-2022. Terobosan ini mensyaratkan pencabutan Pasal 49 Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 174 Tahun 2015 yang melarang peserta didik pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk menerima bantuan biaya personal pendidikan lain, termasuk bantuan dari pemerintah pusat.
Pasal 49 Pergub ini membuat para penerima KIP yang sebetulnya dari keluarga tidak mampu di Jakarta tidak bisa mencairkan dana yang sebenarnya sudah ditransfer ke rekening mereka. “Larangan itu juga menghambat integrasi KIP dengan KJP di Jakarta,” kata Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jakarta, Minggu (30/10).
Pada 2015 tercatat ada 117.414 siswa di DKI Jakarta yang dilaporkan Kemdikbud menjadi penerima KIP. Namun, ditemukan laporan dari bank penyalur bahwa tingkat pencairan dana tersebut sangat rendah. Artinya bahkan ketika siswa sudah menerima transfer uang dari Pemerintah Pusat ke rekening yang bersangkutan, siswa tidak mencairkan dana tersebut. Rupanya, keengganan pencairan dana yang sudah menjadi hak para siswa penerima KIP karena ada larangan dari Pergub 174/ 2015. Akibatnya sampai 25 April 2016 masih ada 87.627 siswa (74,6%) yang tidak mencairkan dana yang berasal dari Program Indonesia Pintar (PIP) yang disalurkan Kemdikbud itu.
Setelah melalui berbagai koordinasi antar-instansi yang belum optimal dan untuk klarifikasi lebih jauh, Anies Baswedan yang saat itu menjabat Mendikbud secara khusus mengirimkan surat kepada Gubernur DKI Jakarta. Surat bernomor 19239/MPK.A/KU/2016 tanggal 27 April 2016 ini selain menyampaikan perkembangan pencairan KIP yang lambat di ibu koya, secara tegas meminta agar Gubernur DKI Jakarta mengizinkan siswa penerima PIP tahun 2015 untuk mencairkan bantuan tersebut dan dalam hal ini meminta bahwa mereka dikecualikan dari ketentuan pasal 49 Pergub 174/ 2015. “Meminta agar Gubernur DKI Jakarta mengirimkan surat edaran ke sekolah tentang pengecualian tersebut,” demikian isi surat Kemdikbud kepada Gubernur DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian menjawab surat tersebut melalui surat Sekretaris Daerah dengan nomor 533/-078 tanggal 25 Mei 2016 yang menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memiliki program Kartu Jakarta Pintar dan meminta agar bantuan dana untuk siswa miskin di Jakarta tersebut dialihkan ke daerah lain. Jawaban ini mengonfirmasi bahwa masalah pencairan PIP di wilayah Jakarta disebabkan oleh adanya Pergub 174/ 2015 dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak bersedia untuk mengecualikan penerima KIP dari ketentuan ini.
“Kebijakan penolakan ini patut disesalkan karena sebenarnya konsep KJP dapat digabungkan dan diintegrasikan dengan konsep KIP,” ujar Anies Baswedan.
Program Indonesia Pintar merupakan pengembangan konsep bantuan siswa miskin yang artinya memang bersifat bantuan langsung tunai dan bukan beasiswa. Bantuan ini diberikan berdasarkan kondisi ekonomi siswa dan bukan berdasarkan prestasi. Keperluan biaya lain seperti beasiswa dan bahkan kebutuhan buku dan seragam untuk siswa sudah dialokasikan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah) atau dari KJP tetapi ditemukan bahwa kebutuhan untuk hadir di sekolah juga ditentukan oleh ketersediaan dana pendukung. Karena itu, KIP dapat digunakan termasuk untuk biaya transportasi, uang saku atau keperluan pendukung bersekolah lainnya.
Studi Bank Dunia dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyimpulkan bahwa kehadiran siswa ke sekolah tidak hanya ditentukan oleh kebutuhan biaya bersekolah dan sarana pendidikan, tetapi juga masalah kebutuhan biaya pendukung seperti biaya transportasi, uang saku, dan kebutuhan lainnya. Sedangkan, BOS sudah diatur untuk menutup biaya bersekolah dan bahkan dapat untuk membeli seragam dan perangkat lain untuk siswa miskin. Namun, selama ini belum ada alokasi bantuan tunai untuk kebutuhan lain. Karena itulah bantuan semacam ini dirancang melalui Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang kemudian dikembangkan menjadi Program Indonesia Pintar melalui KIP.
Dengan penolakan ini terdapat 87.627 siswa (74,6%) di wilayah Jakarta yang kehilangan kesempatan untuk mencairkan uang sebesar antara Rp450 ribu sampai Rp1 juta per-siswa per tahun pada 2015. Bahkan untuk 2016 dikhawatirkan lebih besar lagi karena tahun ini terdapat 334.726 siswa yang akan menerima KIP, lebih banyak dari jumlah penerima tahun 2015 yaitu117.414 siswa. Bila kebijakan ini tidak diubah maka kesempatan ini juga akan hilang dan lebih besar lagi jumlah penerima yang kehilangan kesempatan bantuan ini.
“Dengan integrasi KJP dengan KIP itu nanti diharapkan dapat membuat program nasional berjalan beriringan dengan program daerah dan pada akhirnya warga dan siswa miskin di Jakarta dapat mengoptimalkan berbagai model bantuan yang dapat mereka terima dari berbagai sumber,” kata Anies.
Pandji…gw kasihan banget dg lu. Hanya krn pertemanan lu rela melupakan sila ke-5 dr Pancasika soal Keadilan Sosial bg SELURUH bangsa Indonesia.
Selama ini gw penasaran knp Anies Baswedan dipecat dr Mendiknas. Tapi pernyataan dia soal KJP vs KIP itu (salah satu) awabannya:
http://m.detik.com/news/berita/d-3332639/anies-janji-ke-warga-kjp-dan-kip-dibagi-bersamaan-ahok-tak-baik-berlebihan
Oalah…ya kok begitu pa Anies… 🙁
Jakarta itu bukan Indonesia….apakah krn tinggal di Jkt maka berhak double sementara propinsi lain yg notabene lbh miskin dapat lbh sedikit?…. Ya pantes aja dgn pola pikir begini anda dipecat.
@Pandji…lu tahu ga sih kl Anies lg mengajarkan kpd rakyat bhw korupsi itu tidak berdosa sepanjang dimaksud utk kebaikan.
Ampun deh …
Ow oww… tamak sekali.. tidak pernah kah anda berpikir masih brapa anak yg tidak mendapat kesempatan belajar di negri ini? Bukan kah lebih bijak di ksh yg membutuhkan? Kl yg nama nya di kasih rakyat kamu mau kasih 5 program beriringan pun mereka ga nolak, tp ingat kata ahok, tugas nya adalah untuk mewujudkan KEADILAN SOSIAL! Adilkah yg sudah dpt KJP dengan tamak nya mengharap KIP?
Kayaknya baru postingan ini yang kayak ga dari “pengetahuan yg luas” nya Bang Pandji, seperti copy paste dan terkesan memaksa. Ah sudahlah, gue tetep menikmati standup comedy, musik, buku lu. Tapi ga untuk sikap politik lu.
mas pandji, sy pengagum anda dlm stand up, namun dlm soal ini anda hrs liat channel pemprov DKI dan buka open data dki
sy ingat bit mas pandji dlm messake bangsa ” hati2 dlm menerima dr media, krn ada yg dibelakngannya, apalg yg dikasi ada opini bkn fakta,saring lah byk informasi”
nah dlm hal ini mas pandji hanya dapat opini dan bkm fakta, apalagi cuma dr satu sumber
oya, dlm mesakke bangsa blg salah satu minoritas itu cina, dan pernyataan mas pandji “kenapa anies” bahwa hanya anies tokoh pemersatu, lha emg cina gak bisa mas ? lgpla cina bkn org indo kah ?
Anies pemersatu karena karakternya, bukan dari rasnya. Baca dulu baik2, jangan gampang bawa2 SARA
Sekedar bertanya, bang Pandji.
Konsepnya bagus. Tujuannya baik.
Pelaksanaannya yg mau saya tanyakan.
Karena sifatnya tunai, bagaimana cara monitoring dan controlling dana ini memang digunakan oleh keluarga kurang mampu tersebut untuk menunjang pendidikan anaknya? Dan bukan digunakan untuk kepentingan pribadi keluarganya seperti: beli rokok bapaknya, beli parfum ibunya, dll.
Tulisan mas pandji yg ini, ibarat “menepuk air, terkena muka sendiri”
Apa karena sekarang lebih banyak bergaul dgn “perokok aktif”, jd agak keburu/kebelet nulis untuk membela P. Anies
Kalau sudah ada KIP yang levelnya nasional, kenapa musti bikin KJP?
Apa spesialnya Jakarta?
Ini orang ga ngerti ato gmna sih. Pancasila sila ke-5 “Keadilan Sosial”. Artinya itu mereka dapat dobel dong. Sedangkan yang di daerah lain masih banyak yang kekurangan. Lagian KIP itu, juga kontrolnya sulit karena dalam bentuk tunai. Kamu ga akan tahu anak itu beli apa. Itu juga alasan mngapa pemprov dki nolak dan lebih menggunakan KJP karena kontrollingnya mudah karena berdasar cashless transaction. Sehingga histori penggunaannya lebih tepat. Klo penggunanya melenceng bisa dicabut.
Ini sebenernya hanya masalah miskoordinasi antar lembaga saja. Yang disesalkan adalah pernyataan Pak Anies mengenai KJP akan dicampur dengan KIP. Gw tidak mengharapkan pernyataan seperti itu keluar dr tokoh sekaliber Pak Anies.
Tentunya kalo semua daerah bisa mandiri seperti Jakarta akan lebih baik kan ?
Hahahaaa… ini mah kliatan banget kalo Pandji sendiri ngga yakin niat Anies memberikan KIP & KJP kepada warga Jakarta itu tepat. Waktu masih yakin yang lu bela itu benar, tulisan lu penuh dengan opini pribadi yang meyakinkan. Sekarang, tulisan lu bentuknya kek laporan doang. Emang susah ya menolak kata hati nurani itu, kalo lu bukan politikus sejati, Pandji.. 😄
Yang paling bisa di ambil dari kejadian KIP KJP ini menurut gw sndiri sih adalah bahwa walaupun mulai ribut2, tapi ributnya masalah evaluasi penerapan program, bukan lagi urusan SARA ataupun black campaign..
Mungkin beberapa dari kita beda2 pandangannya soal mana yg lebih baik buat diterapkan d jakarta saat ini, yg mana itu wajar sih..
Yaa kayak kalo kita lagi rapat OSIS wktu SMA aja gitu (d sini gw pake contoh paling sederhananya aja)
Semoga kita tetep bisa jaga iklim demokrasi damai adem ayem, di mulai dari komen2 kayak gini yaa :))
Selalu menarik untuk denger pandangan dari Bang Pandji meskipun ga selalu sepaham
Tetep terus share opini lo bang, krna dari perdebatan2 macem gini salah satu proses yg mendewasakan kita
Liat tuh bang komentar-komentar yg masuk. Masyarakat udah pintar. Udahlah akui saja kalo Anies blunder soal ini dan gagal jadi Kemdikbud.
Inilah yg membuat seorang AHOK berbeda dgn yg lain2nya, dia adalah org yg berani ngambil keputusan ga populer cuma untuk reputasi dia.
simple logic, menurut mas pandji berapa byk persentase uang yg dapat dicairkan itu ga akan dizholimi? yakin itu uang dicairkan akan utk dipakai buat keperluan yg mereka perlukan? jujur sungguh sangat naif jika anda berpikir org2 tersebut dikasih uang cash akan berguna, ga pernah tau seberapa byk org yg udah dikasih rusun aja masih disewain lg trus dia cari tempat kumuh lg buat tinggal?. itulah mental org2 susah di jakarta. culun amat yah kalo masalah begini aja anda dan pak anies senaif itu…..
Ndji, lumayan kecewa dengan opini nya Anies soal KJP KIP ini. Toh Pak Anies sendiri toh yang menggagas ‘Indonesia Mengajar’, jadi tau dong seberapa tertinggal nya daerah lain di Indonesia, bahkan untuk mengakses pendidikan dan datang ke sekolah harus jalan berpuluh puluh km jauhnya.
Terus dibahas diatas bahwa ada kebutuhan lainnya seperti ‘uang saku’. Ya ampun mas Pandji, tolonglah gak usah terlalu serakah dengan mengimplementasikan KIP dan KJP, dengan Pak Ahok melakukan hal itu dia memperhatikan keadilan sosial untuk anak-anak lain di pelosok Indonesia lainnya.
Buat yang mendukung pandangan Anies, saya tantang, dan mohon jawab. Jumlah uang yang diberikan oleh KJP itu adalah hasil riset bank Dunia mengenai kecukupan bagi seorang untuk dapat bersekolah. Oleh karena itu Presiden Jokowi sudah mengingatkan agar jangan ada penerimaan duplikasi yang menyebabkan seorang siswa menerima berlebih karena rawan digunakan utk hal-hal lain, di luar tujuan sekolah
http://www.antaranews.com/berita/495981/presiden-penerima-kip-tidak-ganda-terima-kjp
Hal itu disampaikan saat Anies MASIH menjadi menteri pendidikan.
Lalu kenapa sekarang Anies berpikiran lain dengan memperkenankan seseorang memperoleh double, saat masih banyak propinsi lain hidup susah. Di mana sila kelima dari Pancasila?
Ayo siapa yang berani jawab, @panji kalau mau keluar dari sarang juga boleh lah…. 🙂
Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai penanda dan digunakan untuk menjamin serta memastikan SELURUH ANAK USIA SEKOLAH (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KKS untuk mendapatkan manfaat Program Indonesia Pintar BILA TERDAFTAR di Sekolah, Madrasah, Pondok Pesantren, Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C) atau Lembaga Pelatihan maupun Kursus. ( http://www.tnp2k.go.id/id/program/program-membangun-keluarga-produktif/kartu-indonesia-pintar/ )
Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah program strategis untuk memberikan akses bagi warga DKI Jakarta dari kalangan masyarakat tidak mampu untuk mengenyam pendidikan minimal sampai dengan tamat SMA/SMK dengan dibiayai penuh dari dana APBD Provinsi DKI Jakarta.
Siswa miskin adalah peserta didik pada jenjang satuan pendidikan sekolah dasar sampai dengan menengah yang secara personal dinyatakan tidak mampu baik secara materi maupun penghasilan orang tuanya yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan ( http://www.kjp.jakarta.go.id/kjp2/public/informasiKJP.html )
Bagi saya ada beberapa perbedaan mendasar pada KIP dan KJP, KIP mensyaratkan anak usia sekolah yang tidak mampu sedangkan KJP mensyaratkan siswa miskin. artinya KJP hanya untuk siswa yang miskin sedangkan KIP bisa menjadikan seorang anak miskin menjadi siswa. ini hal yang berbeda maka tantangannya adalah manejemenya, jadi secara prinsip saya pikir tidak tumpah tindih.
Mas Pandji, lagi2 saya ingin bertanya mas. Kalau mmg BLT dalam bentuk KIP berguna untuk mendukung siswa dlm pendidikan mereka, kenapa bukanx mendukung KIP dipastikan dulu diberikan kepada mereka yg ad dipelosok daerah terpencil di Indonesia, yg notabene sy yakin sekali, pak Anies punya data lengkap, min. Dari data sewaktu menjalankan program Indonesia mengajar bs jadi dasar u/ pengelolaan dana KIP. Tp kok malah sibuk ngurus KIP di jakarta, pdhl jakarta itu mau dilihat dri sudut manapun, unggul segala2nya dgn daerah yg menjadi tempat para pengajar IM mengabdikan diri. Ditambah sdh ad KJP, sy pikir sdh lebih dri cukup. Dan apa jaminan kpo BLT tsb. Pasti dipakai oleh siswa ybs. Dlm mendukung proses pendidikannya?
ayo jilat terus, pokoknya Ahok salah….
enaknya kalo program Anies bisa dijalankan, udah dapet KJP dapet KIP.
lha terus daerah lain yg miskin hanya dapat KIP doang gimana? Jakarta yg sudah sangat maju, dapat perhatian yang bagus dari pemerintah DKI, infrastruktur jalan, bangunan dan pendidikan sudah sangat maju, siswanya dapat beasiswa dobel dr Pemprov dan PemPus berupa KJP dan KIP…
untung banyak nih…
kalo daerah lain apalagi daerah yg tercover program Indonesia Mengajar alias daerah pelosok, cukup KIP aja.
*) dapat bonus sekolah dah mau rubuh, infrastruktur jalan minim alias jalan hancur lebur, Listrik kagak ada alias gelap gulita, Biaya hidup mahal, Guru minim karena kebanyak guru PNS gak betah di pedalaman, siswanya harus dapet KIP doang karena pemprov atau Pemdanya miskin jadi gak bisa ngasih beasiswa seperti KJP di Jkt…
dimana letak: “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?”
apakah keadilan hanya untuk Jakarta? mikir!!!!