Ada yang merasa nggak, Pilkada kali ini sangat panas?
Lebih panas daripada Pilkada 2009. Mungkin lebih panas daripada Pilpres 2014 kemarin. Makanya banyak yang bilang ini “Pilkada rasa Pilpres”.
Tensi tinggi. Maki maki.
Mau tau alasannya mengapa kampanye Pilkada 2017 sepanas ini?
Ada beberapa.
Yang pertama:
Karena banyak yang masih belum melepas muatan kampanye Pilpres yang lalu.
Dan kalau kita tidak belajar untuk melepas muatan kampanye Pilkada kali ini, kampanye Pilpres 2019 akan jauh lebih membakar lagi.
Kampanye Pilpres 2014 memang berakhir kurang enak dengan salah satu kubu (Prabowo-Hatta) mengajukan tolak banding ke MK karena memiliki bukti kecurangan-kecurangan yang mereka nyatakan mereka bawa dalam 10 mobil box. Tapi walau begitu toh akhirnya Prabowo hadir pada acara sumpah jabatan Presiden-Wakil Presiden sebagai penutup bab tersebut.
Banyak kubu pada akhirnya belum bisa melepas muatan kampanye pilpres akhirnya ketika mulai memasuki kampanye Pilkada DKI. Yang kalah masih kesel. Yang menang masih jumawa.
Tapi di Pilkada DKI, ada sesuatu yang menarik terjadi.
Pak Jokowi berniat untuk mendatangi Pak Prabowo. Lawannya dalam kontestasi Pilpres kemarin. Pak Jokowi tidak mengundang Pak Prabowo ke Istana, justru ingin bertamu ke kediaman Pak Prabowo.
Pak Prabowo menyambut baik niat tersebut dan menyambut Pak Jokowi dengam Marching Band. Memberikan hormat, sebelum kemudian menjabat tangan Pak Jokowi. Mereka kemudian berkuda dan difoto media massa. Foto yang setiap kali saya lihat saya selalu menggumamkan lagu “You’ve got a friend in me” dari soundtrack Toy Story.
Di kesempatan lain, Pak Prabowo datang ke Istana kemudian mereka berfoto media ketika sedang ngeteh sore.
Apa yang terjadi? Dua orang ini kan bertarung sengit di kampanye pilpres. Kok malah asik asik santai begini?
Selain ada langkah politik yang diambil Pak Jokowi terkait situasi saat itu, dua sosok ini mau menunjukkan gestur “Pilpres 2014 sudah berlalu”
Dan memang sesungguhnya, sudah jauh berlalu.
Orang orang yang terlibat langsung di kampanye, pasca Pilpres sudah kembali ke kehidupan masing masing, kembali beraktivitas dan kembali berbuat untuk kebaikan dirinya atau bangsa.
Siapa yang belum?
Banyak Pendukungnya.
Saya sendiri sering ditanya terkait tweet tweet saya yang lampau mengenai Pak Prabowo. Padahal saya sudah jelaskan di wawancara dengan Pange dan Iman di #Asumsi bahwa penilaian saya berubah terhadap Pak Prabowo tapi sikap saya sama.
Sejak pertemuan Pak Jokowi dan Pak Prabowo penilaian saya terhadap beliau berubah. Saya mulai bisa melihat figur Prabowo yang dikagumi begitu banyak pendukungnya. Saya bisa melihat ada perubahan positioning juga dari Pak Prabowo. Kalau orang yang melihat pertemuan Prabowo dan Jokowi tidak berubah penilaiannya saking bencinya, maka seharusnya penilaiannya berubah terhadap Jokowi karena beliau jelas kini menunjukkan gestur bersahabat.
Tapi sikap saya terhadap beliau masih sama. Bahwa kalau beliau mau maju sebagai capres, sebaiknya dijalani dulu saja sidang HAM yang lama tertunda. Karena selama kasus 98 terus terkait dengan beliau tanpa kejelasan maka orang akan terus mempertanyakan.
Saya pernah bahas ini dengan seorang kawan di Gerindra dan dia memahami sikap saya. Bahkan menurutnya Pak Prabowo tidak pernah menghindar dari sidang yang menyangkut hal ini, karena dari awal pun beliau selalu menjawab panggilan dari pemerintah bahkan pernyataan bahwa beliau siap bertanggung jawab atas tindakan yang diambil anak buahnya pun keluar dari masa sidang kode etik yang sudah berjalan. Sebuah pertanyaan besar juga untuk pemerintah RI mengapa sidang atas semua kasus HAM yang pernah terjadi di Indonesia tidak dijalankan sesuai dengan janji Presiden Jokowi semasa kampanye 2014.
Maka dengan damainya Jokowi dan Prabowo, yang perlu ditanya tanya adalah: Kenapa pendukung pendukungnya masih pada panas? Apalagi dengan panasnya Pilkada kini, pertanyaannya kemudian ketika mereka tidak bisa melepas muatan kampanye Pilpres, untungnya apa?
Ketika kampanye Pilkada ini usai, kita semua harus belajar untuk melepas atribut kampanye dan kembali ke kehidupan sehari hari. Supaya kampanye Pilpres tidak lebih panas lagi kondisinya.
Yang kedua:
Pilkada kali ini panas karena maraknya fitnah.
Ini sebenarnya bukan hal baru. Yang baru itu bukan fitnahnya, tapi siapa yang menyebarkan fitnah. Kali ini pelakunya, banyak orang orang terdidik yang berpengaruh
Kelihatannya juga tidak semua yang menyebarkan fitnah, sadar bahwa itu fitnah.
Banyak yang menyebarkan konten yang narasinya sesuai dengan keyakinannya sendiri, tanpa mencoba memverifikasi.
Begitu besar keyakinan seseorang akan sesuatu, sering kali dia menyebar luaskan informasi yang sejalan dengan keyakinannya tanpa benar benar mencoba mencari tahu apakah yang dia sebarkan itu benar atau tidak dan lebih penting lagi, akan membuat kondisi lebih sejuk atau justru lebih parah.
Kata Chris Rock
“Anyone who makes up their mind before they hear the issue is a damn fool”
Ini karena kadang kadang orang terjebak dengan ideologi mereka dalam menentukan pendapatnya terkait sebuah isu, sebelum memahami atau mendalami isu tersebut. Dalam kasus Chris Rock yang dimaksud adalah “Liberal” dan “Conservative”.
Di Pilkada kali ini, ideologi yang dipegang dan dimainkan adalah “Kebhinnekaan”
Contoh kasus, ketika banyak orang percaya pada anggapan bahwa Mas Anies intoleran karena didekati oleh ormas ormas yang dikenal intoleran, maka ketika muncul di twitter foto “Kontrak Politik Jakarta Bersyariah” orang langsung mengambil sikap ini pasti benar. Tanpa terlebih dahulu mencoba mendalami. Atau setidaknya bertanya kritis saja kepada diri sendiri “Masak sih?”
Itu pertanyaan yang valid lho.
“Masak sih Mas Anies akan membuat Jakarta Bersyariah? Masak orang orang sekitarnya setuju? Masak Pandji yang dalam stand-upnya membahas regulasi prostitusi diam diam saja akan kontrak ini?”
Sebenarnya kan asal kritis dikit, sudah bisa terbaca bahwa ini besar kemungkinan hoax.
Tapi ya namanya juga bias, sikap langsung diambil sebelum sejenak mencoba memahami.
Kejadian paling lucu soal sebaran Kontrak Syariah ini adalah proses fitnahnya disebar dan direvisi sebelum kemudian disebar lagi oleh pelakunya hehe
Pertama tama yang menyebar adalah kontrak seperti di bawah ini
Fitnah ini dengan mudah dipatahkan karena semua orang-pun bisa bikin beginian lalu diprint, difoto dan disebar.
Setelah tidak dimakan netizen, muncul versi dengan tanda tangan di bawah ini supaya lebih dipercaya…
Tapi sebelum Netizen kemakan tanda tangan yang keliatannya rekayasa digital ini, fitnah di atas langsung cepat dipatahkan. Karena ternyata tanda tangan Mas Anies tidak seperti yang di atas. Bahkan kalau buka wikipedia-pun kita semua bisa melihat seperti apa tanda tangan Mas Anies.
Berhubung sudah tahu bentuk tanda tangan Mas Anies seperti apa, baru muncullah hasil revisi hoax terbaru di bawah ini hehehe
Kocak ya?
Harusnya, anda sekarang sudah meyakini bahwa yang di atas adalah fitnah. Fitnah yang kurang terkoordinir, tapi ya tetap saja fitnah. hehe.
Dan kalau anda percaya bahwa itu adalah fitnah, anda bisa coba pikirkan dengan kritis, dari mana fitnah itu datang. Berhubung peserta Pilkada DKI tinggal 2 pasang.
🙂
Itulah mengapa ada situs fitnahlagi.com
Karena kalau dikumpul-kumpulin, ternyata banyak amat fitnahnya. Dari Anies beristri dua sampai kontrak Jakarta Syariah, semuanya dikumpulin dan ditunjukkan untuk memberi pesan. Terkadang kalau sudah panik, cara tidak terhormat-pun dijalankan.
Termasuk soal meme, spanduk, poster, kontrak politik yang berseliweran di jejaring sosial, bisa dibaca di sana.
Ted Koppel pernah berujar ketika mewawancara Sean Hannity…
Sekilas info, Ted adalah news anchor senior di CBS yang sangat dihormati dan Sean adalah pembawa acara Fox News yang cenderung konservatif dan sangat mendukung Republican. Sering kali dalam acaranya, Sean jauh dari objektif, teramat bias dan memihak tapi itu karena menurutnya acaranya adalah acara Opini bukan acara berita yang mendahulukan fakta.
Ted Koppel berujar ketika mewawancara Sean Hannity…
“You have attracted people who thinks that ideology is more important than facts”
Punya pengaruh, itu memang musti hati hati. Musti bijak dalam menyebar luaskan informasi. Saya sadar itu karena saya-pun pernah terjebak dalam menyebarkan berita yang ga bener. Saking pengen buru buru nyebarin informasinya. Karena kan sering kali ketika menemukan sesuatu yang menarik atau mengejutkan suka ada pemikiran “Wah orang musti liat nih”. Padahal kalau kita ngerem sedikit, kita akan cepat tahu bahwa itu adalah hoax.
Pilkada kali ini, menampilkan banyak sekali orang orang terpercaya menyebar luaskan fitnah. Setelah baca ini, kini kita bisa mengukur seseorang dari kelakuannya di jejaring sosial.
Apakah dia terburu buru? Ataukah dia sengaja menyebarkan?
Bahan perenungan bersama.
Nah dua hal yang kita bahas tadi, krusial untuk bisa menjalankan kampanye Pilpres 2019 dengan lebih sejuk dari pada sekarang.
Belajar melepas beban muatan kampanye Pilkada kali ini dan belajar lebih bijak menyikap hoax.
Karena yang tidak boleh jadi korban dalam kampanye politik, hari ini atau kapanpun, adalah Persatuan Indonesia.
Seberapa pentingkah, menang pilkada hingga bersedia mengambil jalan jalan curang?
Mas Anies pernah bilang
“Masih ada kehidupan setelah Pilkada. Jadi jangan ngetweet atau posting yang hanya akan bikin awkward saja ketika ketemuan setelah Pilkada Jakarta”
Dan omongan ini saya pegang betul.
Karena apa artinya menang pilkada, kalau akhirnya yang dikorbankan adalah persatuan kita?
Sudah, tinggalin fitnah fitnah dan kembali ributin program. Bahas tuh DP Nol, OK OTRIP, KJP + dan OK OCE. Atau bahkan kalau perlu, ramein deh tuh kenapa kemarin Mas Anies dan Bang Sandi gak datang debat
Sekali lagi Pandji mencari pembenaran. Di atas seakan mengatakan “Prabowo harus menjalani sidang HAM dulu sblm jadi capres”. Tapi di alinea lain dimasukkan pembenaran dgn menggunakan apology kader Gerindra.
Njdi, lu tuh kaya anak SD yg tertangkap nyontek terus mau dihukum, lalu ngomongnya “kok saya doang yg dihukum…tuh yg nyontek kan juga banyak”. So krn yg nyontek banyak, lu mau bilang “ya Prabowo ga perlu dihukum krn menyontek lah”…. I gotcha!
Ndji…dari segitu panjang tulisan lu yg ngerocos ga karuan (as usual), sdh lah gw sih mau simpulkan kenapa Pilkada ini memanas. Jawabannya cuma satu, and you should agree with me “Karena ada PKS di dalamnya!!”.
Gw yakin kl satu animal ini ga ada di lawan Ahok maka Pilkada akan jalan damai seperti di daerah lain.
Begitu gw ngomong “PKS”… mendadak bayangan muka pria berjenggot, sobat lu itu, yg suka fitnah…muncul. The one and only…
JONRU…!!
wkwkwkwkwk…
Dengan gerombolan PKS itu, lalu munculah Jonru, Nanik Sudaryati (Nanik Deyang), Cut Meutia Adrina, Tara Palasara, Wawat Kurniawan, Canny Watae, Dwi Estiningsih (…dan sekarang lu masuk dlm jajaran itu). Mereka-mereka inilah yg memanaskan Pilkada dg isu-isu lawas ex Pilpres 2014 via Facebook dan medsos lainnya. Lalu di lapangan diterjemahkan oleh para old players: FPI (yg pernah lu sindir), FUI, FBR, dan mungkin…FU2?
Satu kata… lenyapkan PKS dr politik Indonesia dan kedamaian itu akan tiba.
Gua tiba-tiba teringat dgn nyanyian “Tanah Air” yg lu bawakan dg “sesunggukan” di San Francisco. Dgn segala hal yg lu ucapin, lu masih berani tour di AS? Kita tunggu!!!
Bodo amat dgn partai sapi, memang begitu mainnya mereka.
Yg saya sedih mas pandji sdh persis seperti jonru.. 🙁
Wkwkwk .. makjleb commentnya!
Pembaca yg semula mengawang-ngawang baca artikelnya Pandji, trus dilanjut baca komen ini..
Ibarat terbang tinggi sampai ke awan… kesamber petir, Derr! lalu jatuh dari ketinggian…. ciuuuuuuuuuutttt.
..
…
….
GEDUBRAK!
Pandji kayaknya galau abis…
Dia suka ketika Jokowi berteman sama Prabowo, tapi mendukung Jokowi melaksanakan sidang HAM terhadap Prabowo.
Berdasarkan perbincangan dgn kader Gerindra, Pandji percaya kalau Prabowo siap di sidang HAM. Padahal, Pandji ngomong sendiri kemarin soal Prabowo yg kabur ke Jordania ketika mau di sidang.
Anies katanya mau membubarkan Alexis, tapi bukannya Pandji mendukung regulasi prostitusi di lokasi?!
Pandji bicara soal banyak spanduk yg bertebaran fitnah. Padahal yg sebarkan spanduk banyak pakai atribut pro-Anies.
Pandji bicara soal kontestasi pilkada/piplres harusnya selesai ketika pilkada/pilpres sudah lewat. Ini sama sekali tidak konsisten dgn mesin partai PKS/Gerindra yg punya prinsip berkampanye jangka-panjang, kampanye terus menerus supaya bisa meraih kemenangan di pilkada/pemilu kedepan. Bahkan Eep Saefulloh sudah mengakui kontestasi mereka di mulai sejak 2014 tanpa berhenti sampai sekarang.
Ya elah. Yang komen otaknya pada gak nyampe emang. Hadeeh…orang2 yang kaya gini yang gak perlu didengar.
Teruskan, Mas Pandji.
Saya satu suara dengan Anda. Mendukung Jokowi, bukan berarti mendukung mantan pasangan politiknya di DKI.
Lagipula figure Jokowi dan Anies itu mirip. Ucapannya tidak suka cari masalah. kerap diremehkan karena kesantunan dan cara berpikir dan bersikap yang mencerminkan pendidikannya. Mereka pun sama2 bekerja dengan baik.
Figur ahok = image Prabowo di Pilpres 2014. Tapi ahok lebih kotor mulutnya.
#SeriousModeON
Dear Pandji…
(pake dear biar terkesan sopan dan akrab)
Di sebuah ajang pemilihan pemimpin yang melibatkan rakyat, mutlak memerlukan sebuah sarana untuk ‘jual diri’ (promosi) dari apa yang bisa ditawarkan kepada (calon) warga nya.
Bahkan ada 1 quote dari Anies Baswedan : “Pilkada menjadi Festival Gagasan”. Keren!
Sarana konstestasi debat yang disajikan dan menjadi perhatian jutaan mata calon pemilih itu merupakan salah satu ajang yang dinilai efektif, apalagi sudah disediakan panggung dan disiarkan secara Live di TV, pasti semua warga dari kalangan yang paling rendah sampai yang paling atas.
Kesempatan 2 pasang peserta Pilkada DKI (putaran 2) yang sedang bertarung untuk menduduki kursi jabatan itu acara debat terbuka bisa menjadi ajang pamer kecakapan seorang pemimpin, adu keren-keren-an pemaparan ide, kepiawaian dalam berargumentasi, dll.
Tapi kenapa Anies-Sandi kemarin enggan memanfaatkan kesempatan emas tersebut?
(1) Apakah sudah begitu optimisnya akan dipilih oleh calon pemilih?
(2) Atau kebalikannya, sudah merasa pesimis akut?
(3) Apakah sudah merasa lelah untuk menyampaikan ide-ide sehingga terkesan otak sudah membeku?
(4) Apakah bisikan tim sukses ‘tolol’ nya menjadi kesimpulan untuk “tidak perlu debat” dengan sejuta alasan-asalannya?
(5) Apakah tidak pernah memikirkan dampak dari ketidak-hadiran akan menimbulkan kesedihan begitu memilukan dari para pendukung garis keras, hingga menjadi sebuah kesempatan pihak lawan untuk menghujani cemoohan #AniesTakutDebat begitu Viral di dunia maya dan dunia nyata?
(6) Apakah memang merupakan sebuah ‘strategi play-victim’ sehingga mengorbankan harga diri untuk mendulang rasa iba dan berharap suara berpihak dari para ‘swing voters’?
(7) Atau memang SENGAJA menghindar, supaya pihak lawan tidak terlalu memberikan tanggapan ‘cocoklogi’ dari apa yang rencana akan disampaikan di panggung debat, seperti mengangkat isu ‘dugaan’ kasus-kasus hukum yang mendera Sandiaga dan Anies?
Ndji,
Di artikel yang anda tulis ini adalah sebuah alasan-alasan yang ‘nonsense’, alias blunder yang cuma berfungsi sebagai penghibur sesaat dimata para pendukung Anies-Sandi..
Why Pandji…. Whaaaaayy??
Di tulisan anda diatas, kenapa juga harus membuka luka lama Pak Prabowo saat mengikuti ajang Pilpres 2014, apa nggak akan menimbulkan pemikiran negatif terhadap beliau sebagai sosok yang selalu dihormati dan di-tua-kan?
“Belajar melepas beban muatan kampanye Pilkada kali ini dan belajar lebih bijak menyikap hoax.”
Hoax? Anda menyampaikan opini tentang adanya fitnahan yang disengaja dibuat oleh pihak lawan… apakah begitu Naif nya anda dan teman-teman anda tidak pernah menduga adanya pihak yang mendompleng, menunggangi, menggendong bak sebuah tuyul di pihak Anies-Sandi?
“Nah dua hal yang kita bahas tadi, krusial untuk bisa menjalankan kampanye Pilpres 2019 dengan lebih sejuk dari pada sekarang.”
2019, apa hubungannya Pilkada DKI sekarang dengan krusialnya Kampanye 2019?
Apa Anies sudah tekad bulat untuk maju ikut Pilpres 2019 sehingga mengabaikan ‘pesan’ dari pak Prabowo di Kampanye Akbar tempo hari?
“Karena yang tidak boleh jadi korban dalam kampanye politik, hari ini atau kapanpun, adalah Persatuan Indonesia.”
“Korban kampanye politik” yang mana maksudnya ya Ndji? Mengkafirkan pendukung pihak lawan? Politik Mayit? Tolak Shalatkan Jenazah? Ayat Al-Maidah:51? .. atau “Sumpah Pemuda 1928”?
Apa itu jawaban dari maksud untuk arti dari “Persatuan Indonesia”?
“Seberapa pentingkah, menang pilkada hingga bersedia mengambil jalan jalan curang?”
Siapa anda maksudkan yang paling patut dijadikan terdakwa dalam melakukan “jalan curang”? Saran saya, lain kali coba jelaskan dan uraikan dengan detil supaya -pihak yang tadinya merasa difitnah- tidak melakukan fitnahan baru.
Ndji,
Pasti anda juga sudah baca pernyataan resmi yang bertajuk “TENTANG KETIDAK HADIRAN BANG SANDI DALAM ACARA ROSI” di situs jakartamajubersama(dot)com, yang terdiri dari 5 poin.
Tapi.. kok aneh yaa, cuma BANG SANDI tanpa cantumkan nama ANIES di judul pernyataan tersebut, apa memang sejak lama sudah memutuskan absen? (hehe ya sudah abaikan saja lah..)
Poin 1-4 : Sepertinya saya tidak berkompeten untuk menjawab, meskipun ada argumentasi yang mementahkan alasan-alasan itu.
Terkhusus untuk Poin 5 : Dalam sebuah pernyataan resmi menyampaikan sebuah justifikasi bahwa Anies tidak ‘trauma’. Monggo saja, sah-sah saja untuk menyatakan hal tersebut.
Lalu ada statement yang ini : “Anies sekali lagi membuktikan dominasinya terhadap Basuki yang konon kekalahannya di debat itu disebabkan semata-mata karena beliau sedang SAKIT GUSI.”
Sebegitu PENTING-nya kah untuk melakukan ‘serangan’ kepada pribadi pihak lawan di event debat 1 minggu sebelumnya (acara MataNajwa) untuk menyampaikan ‘EUFORIA KEMENANGAN’ cuma karena lawannya beralasan sakit gigi?
SO FUNNY and CHILDISH, bro!
Apakah seorang Pandji komedian kondang yang mengusulkan pernyataan No.5 itu sehingga membuat kesan LUCU, alih-alih ditanggapi dengan serius?
Atau ada sekelompok manusia dibelakang ANIES-SANDI yang tertular menjadi komedian baru menyaingi Pandji? Wow, ngeri!
Penutup.
Saya pribadi sudah dapat menilai dengan jelas dan tanpa keraguan, dari membaca artikel blog Pandji ini dan juga laman pernyataan resmi diatas, menarik kesimpulan :
– Terbukti anggapan saya bahwa : “Pandji ini ternyata lebih lucu saat serius, tapi nggak pernah lucu pas lagi ngelucu”
– Terbukti bahwa kebenaran dari statement Anies (mohon dibaca yang keras sambil menghadap ke cermin yang besar) : “PERILAKU PENDUKUNG MEWAKILI YANG DIDUKUNG”, yaitu Munafik.
Sekian dulu ya Ndji.. see you later, aligator.
Bye.
Mas Kuya,
Saya suka sekali komen anda!
Sebenarnya saya gatau knp msh aja rajin buka blognya Bang Pandji ini. Karena jujur aja dari dl suka sama tulisan2nya Bang Pandji. Tapi sejak pilkada dki, dan semakin mendekati akhir pilkada saya cuma bisa ngurut2 dada baca tulisan2nya Bang Pandji ini.
Bisa diliat perubahan2 tulisan Bang Pandji dari awal kampanye yg memang sudah menyatakan mendukung Anies-Sandi tp masih dengan cara sehat dan santun. Masih jujur mengakui kalau dia mendukung Anies, dan dia jg tdk tau siapa Sandi saat itu krn sejauh yg dia tau Sandiaga Uno itu hanya satu sosok yg dia tau hobi main basket. Diluar itu dia tidak tau lg. Bang Pandji jg masih jujur mengakui kelebihan2 pemerintahan Pak Ahok dan Pak Djarot.
Tapi semakin kesini Bang Pandji semakin “ganas” dan begitu “nafsu” dan sepertinya cenderung terobsesi memenangkan Anies-Sandi sampai lupa bahwa tujuan utama memenangkan calon ini adalah utk rakyat. Entah kenapa. Mungkin krn pd awalnya tdk terlalu optimis, tp setelah putaran pertama melihat hasil yg tipis antara petahana dan calon yg didukungnya, niat tulusnya berubah jd obsesi membabi buta dan motonya berubah jd: cara apa aja, yg penting Anies-Sandi menang. “Pintar”nya lg cara Bang Pandji ini dgn playing victim. Merasa jd satu2nya pihak yg diserang.
No offense, tp saya baru sadar pintar menulis dan bertutur kata belum tentu “berisi” dan benar apa yg diucapkan. Sekarang sampai2 bawa isu sensitif tentang Pak Prabowo lg, dan malah menyalahi pemerintahan Jokowi yg tdk kunjung mengadili Pak Prabowo. Dulu pas pilpres getol banget nuntut Pak Prabowo dan ga ada tuh cerita yg katanya Pak Prabowo siap diadili. Knp? Ya kalo dia mention pd saat itu, dia jd ga bisa “menjatuhkan” lawan. Bang Pandji ini ternyata udh lama jg berpolitik meskipun tdk secara langsung, jd seperti yg Mas Kuya bilang, amat sangat naif sekali si Bang Pandji. Seperti tdk tau politik itu bagaimana.
Itu selebaran fitnah yg diperluhatkan cuma yg utk pihak Anies (kalau memang itu fitnah). Lah, itu Pak Ahok dan Pak Djarot sering di kampanyenya ketemu orang lalu ditodong supaya jgn menggusur, pdhl itu wilayah yg bukan wilayah gusuran. Dituduh pbb di 0 kan itu cuma trik Pak Ahok-Pak Djarot utk menguasai rumah/ tanah warga. Itu apa bkn fitnah? Jd gausah sok suci lah dgn seolah2 merasa jd satu2nya pihak yg ditindas. Lagian namanya aja udh fitnah, kalau seandainya ada oknum2 tertentu yg dukung Anies-Sandi lalu bikin itu selebaran supaya seolah2 difitnah oleh pihak sebelah. Apa itu tdk mungkin? Begitu jg sebaliknya, mungkin aja bbrp spanduk profokasi dibuat sendiri utk lalu menuduh pihak sebelah yg bikin. Namanya jg fitnah, toh?
Saya udh males sebenernya baca tulisan Bang Pandji yg berhubungan dgn pilkada, but somehow I keep checking it dengan harapan kali aja Bang Pandji udh rada sadar trus bilang sesuatu opini yg emg berasal dr diri dia pribadi, dan bkn sbg jubir/ timsesnya Anies. Bahwa dia jg kecewa dgn ketidak hadiran paslon di acara debat dan mungkin jg mention tentang kasus hukum Sandiaga Uno yg mangkir terus dipanggil polisi. Dengan jumawanya bilang sibuk sampai 19 April. Itu yg manggil aparat hukum, lho. Enak aja minta2 keringanan. Ngakunya itu kasusnya politisasi, cuma menjatuhkan dia. Lah kalau gt malah semangat dong hrsnya ke pengadilan biar cpt selesai dan terbukti bahwa kasus itu cuma dibuat buat. Ini kok malah mangkir terus. Lagi2 maaf, saya harus bandingkan denga Pak Ahok yg setiap minggu 1 hari full dipakai utk sidang, beliau blm pernah absen sekalipun dan malah dr awal minta kasusnya utk diproses supaya jelas dan terbukti yg sebenarnya bagaimana. Hal2 ini apa iya tidak mengganggu Ban lg Pandji sama sekali, ya? Saya jd terkesan pendukung Ahok-Djarot, but all I want to do is to compare those two. Apple to apple. Dan menurut saya di kasus hukum ini pas sekali perbandingannya dan bagaimana reaksi kedua belah pihak menyikapinya.
Tp ternyata setelah saya baca tulisan Bang Pandji, isinya tetap pembelaan, pembenaran utk pihak dia dan sentilan utk pihak sebelah.
Saya sih ga milih satu diantara dua calon ini, tp kalo saya baca tulisan2 Bang Pandji ini kayanya semakin “buta” dia. Sekarang semua kebijakn Ahok-Djarot dikritik. Dulu pas awal2 pas dia masih “sehat”, dia muji2 Ahok jg, blg bahwa kinerja Ahok sangat keliatan dan ada hasilnya, dia cuma ga suka dgn gaya kepemimpinannya. Lah skrg semua kebijakan Ahok diserang, mulai dr gusur2, trus soal busway-angkot dll.
Terakhir di debat Mata Najwa keliatan banget bagaimana kondisi psikis Pak Anies skrg. Seperti tertekan, mungkin krn tekanan partai2 pendukung yg begitu nafsu utk menang krn ingin balas dendam atas kekalahan di pilpres lalu. Krn seperti yg Bang Pandji bilang, pilkada DKI ini begitu intens salah satunya krn bbrp pihak belum move on. Lucunya, kalo pendapat saya sebagian besar yg blm move on ini ada di pihak Anies-Sandi. Lebih lucunya lg, menurut saya Pak Prabowo justru sudah berbesar hati dan memang sudah move on. Tp antek2nya yg sepertinya dendam kesumat sekali shg “mewajibkan” Anies utk menang.
Yg paling berkesan dimata saya saat debat mata najwa itu adalah saat ditanya kelebihan Soeharto. Anies yg berkesempatan menjawab pertama kali tetap keukeuh menyerang Ahok secara personal, menyerang wataknya yg emosional dg menjawab Pak Harto kalo berbicara itu merangkul, td emosional bla bla bla. Sementara Pak Ahok yg menjawab setelahnya ‘malah’ menjawab kelebihan Pak Harto adalah mampu menjaga kestabilan harga beras. I was like… what the…?! Karena mind set saya terlanjur berpikir bahwa acara debat adalah memang utk saling serang, pd awalnya saya malah merasa jawaban seperti jawaban Pak Anies itulah yg normal dan malah jawaban Pak Ahok seolah2 tidak nyambung. Tp kalo dilihat dr pertanyaan itu tdk ada yg salah dr jawaban kedua belah pihak. Tp dari jawaban itu saya bisa melihat kedua belah pihak ini fokus kemana, dan apa niatnya utk menang di pilkada dki. Niat Pak Anies cuma ingin menyerang dan menjatuhkan Ahok, sementara Pak Ahok ya menjawab dgn sesuatu yg memang berhubungan dgn rakyat dan dgn harapan dia jg bisa melakukan hal positif yg pernah dilakukan Pak Harto dgn tujuan mensejahterakan rakyat. Makanya saat saya membaca komen orang di twitter tentang debat itu, saya langsung setuju. Komentar itu berbunyi, “Pak Ahok fokus ke debat, Pak Anies fokus ke Pak Ahok.” And watching that debate said it all. Couldn’t agree more with that comment.
Cepatlah pilkada dki berlalu, saya miris sendiri ngeliat keadaan Indonesia khususnya Jakarta sekarang2 ini. I just hope really the best candidate will win. Paslon yg memang tujuannya menduduki jabatan gubernur dan wagub itu murni 100% utk rakyat. Dan bagaimanapun akhirnya, itu pasti udah suratan takdir dr Allah SWT. Semoga Allah ga menguji rakyat Jakarta dengan menjadikan calon yg salah atau yg kurang baik yg menang.
Semangat persatuan utk yg mau nyoblos! Smg Jakarta selalu damai dan bisa tambah baik lg! 🙂
Terima kasih jika memang suka dengan komen saya diatas, itu hanya sekedar penyampaian opini tentang sepak-terjang Pandji yang nyemplung di perpolitikan di Indonesia.
Kalau saya kutip dari pernyataan bung Pandji di artikel sebelumnya :
“Masuk Politik itu seperti berenang di Septic Tank… Udah pasti akan senggolan sama tai.”
— gitu katanya… *hoeeks* Beliau udah tau septic tank itu menjijikkan, kenapa juga ikutan nyemplung. Lalu yang dia maksud ‘tai’ itu siapa? Prabowo, Anies, Sandiaga?
Terlaluuu.. 😛
Dari beberapa tulisan beliau ini, kok malah saya punya penilaian tersendiri buat Pandji, yaitu sbb: “Pandji sudah ber-evolusi menjadi seorang ‘Fecal Sycophant’ alias Penjilat (maaf) Tai.”
You know what i mean khan mbak..
Salam.
Hehe ngerti banget, mas.
Seingat saya, menurut Bang Pandji dengan “nyemplung” itulah caranya berkontribusi utk kemajuan Indonesia. Karena manurut dia, kita jgn cuma bisa komplain dan menjelekkan serta kecewa dengan keadaan Indonesia, tp kita harus berkontribusi. Nah itu td, menurut dia inilah salah satu cara berkontribusi itu.
Saya sih setuju2 aja, tp saya jg berharap meskipun mendukung paslon tertentu mbok ya ttp open minded, gt lho. Jgn cinta membabi buta yg sampai tutup mata tutup telinga dengan kekurangan dr pihaknya sendiri. Tp di satu sisi susah sih, namanya jg politik. Saya rasa hampir ga mungkin utk ‘main bersih’. Seperti yg sering saya dengar, politik itu kotor. Jd ya mungkin sekarang kalo memilih pemimpin yg notabene adalah politisi, ya pilihlah yg paling bersih diantara yg kotor itu.
Salam!
Btw (sebelum lupa lagi), comment mbak Rahma juga sip banget, i like it too.
Mengenai kontribusi, dilematis buat seorang Pandji.
Saya berasumsi, Pandji menjadi junir itu murni menurut kata hatinya, alias nggak dibayar. (Karena kalau kita berasumsi dibayar, speechless saya).
Memilih itu gampang=gampang susah, ‘kemasan’ sebuah produk itu kadang terlihat mewah disaat lirikan pertama. Saat kemasan terbuka, ternyata isinya makin kedalem makin keliatan ada yang bulukan. Apalagi produk nya produk politik, yang matengnya dipaksain. Ketipu kemasan.
Bukan hanya beliau yang ketipu, banyak yang memberikan statement ‘oh ternyata!’, kecuali yang sudah fanatik dengan merek.
Berkontribusi itu sejatinya ikut ‘membisiki’ yang baik-baik, memang nggak bisa cuma 1x atau 2x, perlu ada kesabaran ektsra tinggi dan berulang. Namun apalah artinya seorang jubir, jika memang yang dibisiki nya sudah merasa jumawa, atau ada pembisik lain yang lebih powerful.
Jika sudah melewati batas yang ditolerir, sungguh elegan jika seorang jubir ini menyatakan ‘out!’, sambil mengibarkan sapu tangan putih.
Faktanya, sampai detik ini belum ada sikap tersebut.. jadi, ya resiko akan ditanggung beliau dan pasti sudah disadari akan berdampak panjang. Nasi sudah menjadi lemper, malah lemper nya di emek-emek terus, digula-in, dikecap-in, dikasih formalin, dikemas ulang, dst… hehe, saya aja pusing ngeliatnya.. APALAGI Pandji.
Pandji, mumpung sekarang masih 10 hari sebelum “hari H”.. segera ‘cukupkan’!
Sooner is better.
Salam!
They are really full of childish. Ketika debat para pengusung di Mata Nadjwa, Pandji menertawakan Ahok dan Djarot dalam soal kreativitas hanya karena main basket…which for two men are just a normal thing….tapi ga bilang apa-apa ketika dua orang laki (Anies dan Raffi) main suap-suapan di mobil…yang bisa membawa asosiasi pada gay attitude!
Lalu ketika lagu yel-yel Anies Sandi yang jelas-jelas menyotek dari lagu penyembahan orang Yahudi, pun Pandji tidak mengatakan apapun. Chekc this out:
https://www.youtube.com/watch?v=oi_B2cZeCls
Lagunya 100% sama!! mana kreativitasnya Ndji…..!!!
Lagu Anies – Sandi ini mencontek dari “Hashem Melech”. Silakan kunjungi wikipedia soal lagu “Hashem Melech” tertulis tahun ciptaannya 2013.
“Hashem Melech”(meaning: “God is the King”; in Hebrew: “ה’ מלך”) (The song’s melody is based on that of “C’est la Vie” by Khaled).
Ini linknya: https://en.wikipedia.org/wiki/Gad_Elbaz
Manteeppp mas pandji. Lanjutkan. Anjing menggonggong kafilah berlalu..
Semuanya DUNIAWI
Saya gak begitu ngerti politik dan saya juga bukan warga jakarta. Meski begitu saya lumayan ngikutin perkembangan pilkada DKI cuma yaa gitu karna bukan warga jakarta jadinya gak mau berkoar2 ttg pendapat pribadi. Terlepas dari persoalan pilkada, saya adalah pengagum mas pandji, saya suka tulisan2 mas pandji, saya jg suka materi2 standup mas pandji….tapi kok kali ini setelah baca tulisan mas pandji diatas saya merasa muatan argumen mas kok beda ya. Bukan masalah mas pandji milih siapa di pilkada DKI karna itu haknya mas pandji, tapi cara mas yg skarang terkesan “melihat terlalu sempit” itu yg bikin illfeel. Intinya kali ini sama sekali gak kagum dengan mas pandji.
Kamu kok brubah sih mas…. Wkwkwkwkkwkw
SERIUS TIDAK SUKA FITNAH MACAM ITU?
Gampang ndji..
Tunjukkan sikap!
1. Kutuk pelaku SARA sekeras-kerasnya!
2. Buat pernyataan resmi bahwa kalian tidak sudi menerima pendukung macam mereka.
Menyatakan akan men shalati jenasah yang tidak dishalati cuma bentuk lain kampanye saja.
Numpang tenar ditengah isu SARA sama dengan menari-nari diatas penderitaan orang lain.
#OmJenasahOm
Entah Pandji ini sedang gagal paham atau memang
ngeyel? Apa hubungannya Pilkada Jakarta dengan
Pilpres 2014 antara Jokowi dengan Prabowo? Apa
mungkin maksudnya Jokowi di pihak Ahok Djarot lalu
Prabowo di pihak Anies Sandi? Ya ga adil lah kalau
begitu! Kenapa? Karena Jokowi sudah berjanji tidak
akan ikut campur atau mengintervensi proses Pilkada
Jakarta. Sedangkan Prabowo sampai turun gunung
memenangkan Anies Sandi, jadi tidak apple to apple
alasannya.
Jika mengutip tulisan Pandji “Orang orang yang terlibat
langsung di kampanye, pasca Pilpres sudah kembali ke
kehidupan masing masing…” Ga semua ah, ayo Pandji
nulis hoax ini.. Masih banyak orang yang terlibat aktif,
baik pada Pilpres 2014 maupun Pilkada Jakarta 2017 ini,
contohnya Eep Saefulloh, konsultan politik Jokowi-JK di
Pilpres 2014, yang pada Pilkada Jakarta 2017 menjadi
konsultan politik Anies Sandi.
Maraknya Fitnah
Selain menekankan pada maraknya fitnah, Pandji juga
menggaris bawahi siapa yang menyebarkan fitnah
tersebut. Memang sangat disayangkan, negara kita
tengah diserbu badai hoax. Selalu utamakan cek dan
ricek setiap kali membaca sesuatu. Saya setuju sekali
dengan pernyataan yang ini.
Oya, ngomong-ngomong apa kabar sesama pendukung
garis keras paslon Anies Sandi, Jonru? Berapa kali dia
memposting sesuatu, misalnya foto Raja Salman
bersalaman dengan Ahok yang difitnahnya sebagai
hoax, lalu setelah terbukti foto tersebut otentik, buru-
buru ditarik lagi postingannya? Hihihi…
Jadi maksud saya, tidak perlu lebay play victim seolah-
olah paslon-nya selalu jadi korban hoax. Kedua belah
pihak juga sama!
Lalu tentang pernyataan Anies: “Masih ada kehidupan
setelah Pilkada. Jadi jangan ngetweet atau posting yang
hanya akan bikin awkward saja ketika ketemuan setelah
Pilkada Jakarta”
Easier said than done, kalimat yang sangat normatif.
Pada dasarnya saya setuju, asalkan kalimat Anies
tersebut berlaku untuk kedua belah kubu ya…
Terus terang, dari beberapa artikel Pandji yang pernah
saya baca, artikel inilah yang paling lemah,
membosankan, terlalu normatif, bahkan terkesan
tumpul.
Sedangkal itukah analisamu Pandji? Really? Sangat
mengecewakan… Begini lho Pandji, ini sudah bukan
tentang Ahok, atau Anies, Jokowi, Prabowo, apalagi
para pendukungnya… Tapi tentang tenun kebangsaan
yang tengah dikoyak, hanya demi pemenangan Pilkada,
kekuasaan sesaat, dan yang lebih berbahaya… Pilkada
Jakarta sudah disisipi agenda kelompok radikal yang
ingin merubah dasar negara kita, Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika, menjadi Khilafah… Sadarlah,
Pilkada Jakarta sudah ditunggangi aktor-aktor yang
ingin menggulingkan pemerintahan yang sah!
Jangan munafik mengatakan bahwa Anies Sandi tidak
berkaitan dengan semuanya itu, jika satu-satunya
paslon yang diuntungkan adalah mereka. Jika satu-
satunya yang berada di dalam satu gerbong, dibela, dan
didukung oleh ormas-ormas radikal dan para aktor
tersangka makar adalah mereka.
Bagi kami, Ahok sudah menjelma menjadi representasi
minoritas, kaum yang tertindas, dan perjuangan
mempertahankan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Jika kita harus panas-panasan berperang melawan
mereka, bring it on!
Oya, ada satu lagi gajah di pelupuk mata, artikel Pandji
berjudul ‘Ga Dateng Debat’ tapi pembahasan isi sama
sekali tidak menyentil tentang alasan atau hal apapun
yang berkaitan dengan mengapa Anies Sandi sampai
‘Ga Dateng Debat’.
buzzer ahox kaing kaing
Dan kalau anda percaya bahwa itu adalah fitnah, anda bisa coba pikirkan dengan kritis, dari mana fitnah itu datang. Berhubung peserta Pilkada DKI tinggal 2 pasang.
🙂
Suatu kalimat yang sangat menarik buat saya, dari situ saya bisa tau juga darimana fitnah fitnah buat paslon 2 datang.
Namanya juga tim sukses bro,
Tujuannya mau memenangkan lah, mau menurut kalian “bernafsu” itu kan dr mindset kalian pada.
Gua sebagai penggemar tulisan Mas Pandji dari dulu rada kecewa karena tulisan-tulisan terbarunya terlalu membela Anies cmn gua msh maklum sih soalnya posisi Mas Pandji kan jubir Anies jadi wajar aja ngebela Anies.
Tapi karena Mas Pandji, gua jadi yakin banyak orang yang milih Anies ga cuman karena sentimen agama doang. Banyak juga yang milih Anies karena pribadi dan program kerjanya. Cuman ya karena kaum islamist anti Ahok banyak ngedukung Anies dengan sentimen agama, jadinya ada kesan semua pendukung Anies tuh adalah orang2 radikal anti Ahok yg cuman bisa ngehembusin isu SARA doang.
Gua sih netral (toh gua juga bukan warga DKI). Tapi gua yakin, baik Ahok maupun Anies adalah 2 orang yang punya niat membawa Jakarta ke arah yang lebih baik. Siapapun yang menang, gua harapkan bisa membawa Jakarta ke arah yang lebih baik dan yang kalah diharapkan bisa menerimanya dengan ikhlas dan tetap mendukung dan menjaga hubungan dengan paslon yang menang 🙂
Untuk poin pertama, gua setuju banget. Para suporter Pilpres 2014 membuat situasi Pilkada DKI 2017 memanas, bahkan terlalu panas untuk level Pilkada. Sikap pendukung yang logikanya ‘calon junjunganku dewa sedangkan calon lawan tai’ membuat adu argumen mengenai pilkada DKI dipenuhi propaganda irasional dan nyinyiran-nyinyiran terhadap pribadi calon bukan terhadap programnya. Jujur aja, gua lelah dengan sikap para suporter ini yang selalu ingin mempertahankan situasi panas 2014 terus. Dude, move on. Calon dukunganmu bukanlah satria piningit yang ga ada dosa dan calon lawanmu bukanlah manusia bangsat selevel tai.
Untuk poin kedua, gua rada kecewa karena mengandung sedikit unsur ‘playing victim’ dan terlalu berat ke Anies padahal Ahok pun mengalami fitnah-fitnah dan isu-isu ga sedap juga (pengadilan penistaan agama, demo-demo bela islam, spanduk provokatif yang jualan ayat Al-Quran). Tapi, posisi mas Pandji sebagai jubir Anies membuat gua memaklumi situasi ini. Bagi para pendukung Ahok yg nyinyir berat sebelahnya Pandji, lo harus nyadar bahwa fungsi jubir tuh ya berusaha untuk membuat citra paslon itu baik di kalangan masyarakat. Kalo Mas Pandji netral atau malah berat ke Ahok, berarti Mas Pandji gagal menjadi seorang jubir Anies Baswedan karena gagal mengangkat citra calonnya.
Harapan gua setelah Pilkada DKI beres, Mas Pandji kembali menjadi seorang Mas Pandji, penulis yang mampu mengkritik kedua sisi serta mampu menjadi penulis inspiratif yang bisa membuat para pembaca terinspirasi oleh tulisanmu, bukan seorang Mas Pandji yang mempunyai beban harus menjunjung dan menjaga nama baik seseorang 🙂
Gw kasih komen pertama (paling atas) saat sebelum muncul heboh2 lagu Yahudi yang dijiplak oleh PKS dan sekarang jadi theme songnya Anies-Sandi.
Intinya sama saja….”SEMUA KEKACAUAN DI POLITIK INDONESIA ADALAH KARENA ….PE KA ES…PKS!”
Sudah nyolong masih ga ngaku, malah bilang karangan Ust. Taufiqk Ridho yang sudah almarhum. Halaah…. nyalahin orang yg sudah mati lagi….sh1t… lah PKS!
Yang kaya gini didukung Pandji….weellleh……welllleeh….
saya pengen tahu bagaimana tanggapan Mas Pandji thd gagasan Pak Eep S Fatah mengenai penggunaan jaringan masjid untuk menyerukan memilih gubernur muslim.ada tuh videonya di youtube.