provide that need…

Malam ini, adalah episode ke 16.

Biasanya, sebuah acara TV mingguan itu di kontrak untuk 13 episode.

Tidak berbeda dengan Provocative Proactive.

Kami baru saja diperpanjang 13 episode lagi.

Hingga episode ke 26.

Entah apa pertimbangan Metro TV untuk memperpanjang kontrak kami.

Tapi kalau penilaian gue dan Metro TV sama, maka dalam 13 episode itu ada sebuah kenyataan yang bisa jadi dasar pertimbangan kelanjutan kontrak kami.

Tapi sebelum gue ungkap apa kenyataan yang membuat kami pantas diperpanjang, mari kita bahas apa yang gue pribadi lihat dari 13 episode Provocative Proactive TV.

Sejak 5 Agustus hingga hari ini, sejumlah topik telah kami bahas. Sejumlah berita telah kami bacakan. Sejumlah fakta telah kami ungkap. Sejumlah politisi telah jadi bahan cemooh kami.

Tentu, tidak semua bisa disebut baik, tapi ada beberapa episode yang cukup puas kami kerjakan.

Sampai hari ini, banyak sekali orang yang bilang menyukai acara kami.

Dari temen kami sendiri, orang dari stasiun TV lain, anak anak SMA dan kuliahan yang ketemu gue, dan yang cukup bikin kami “melayang” adalah dari orang orang yang menurut kami merupakan orang orang “penting”. Gue pernah lagi di sebuah kedai kopi dipanggil Mas Purwacaraka hanya utk bilang beliau menyukai acara kami.

Pak Wimar pernah bilang “You’re show is the only show worth watching in Indonesia”

Tentu kami senang

Tapi kami beruntung punya opini berseberang yang jadi penyeimbang kami.

Ada yang bilang kami hanya sekedar kritik tanpa solusi, ada yang bilang kami hanya nyela, ada yang bilang kami “kosong” terlihat dari pembahasan kami yang tidak mendalam.

Ada yang bilang kami tanpa kami sadari telah menjadi alat politik nasdem.

Apa pendapat gue sendiri?

Begini…

Pada sejumlah episode awal, kami begitu semangat dalam memprovokasi, semua kami serang. Semua kami pojokkan.

Lalu dari tengah tengah kebelakang kami mulai jadi objektif. Dalam arti kami coba untuk akomodir semua sudut pandang yang ada terhadap sebuah isu. Mencoba untuk imbang.

Hingga suatu hari kami menyadari satu hal.

Kami kehilangan 1 hal yang JUSTRU harusnya jadi kekuatan utama kami.

Subjektif.

Banyak orang berharap acara ini untuk jadi sebuah acara yang adil dan seimbang. Yang bisa melihat sebuah masalah secaraq menyeluruh.

Tentu itu penting.

Tapi diluar semua itu, ada yang paling penting.

Itu adalah subjektifitas.

Kenapa elo follow seseorang di twitter di antara banyak pengguna twitter lainnya?

Kenapa elo suka rajin baca blog seseorang di antara banyak blog karya orang orang lainnya?

Kenapa elo suka seorang rapper di antara banyak rapper lainnya?

Atau suka sebuah band di antara banyak band lainnya?

Jawabannya adalah karena elo suka dengan subjektifitasnya.

Itulah yang kami coba berikan.

Provocative Proactive adalah sebuah acara yg subjektif.

Kami punya sebuah stand point khusus terhadap setiap kasus.

Positioning itu, atau stand point itu, adalah yang kami berikan kepada pemirsa setiap episode.

Contoh, malam ini positioning kami adalah: “Yang harus jadi sasaran tembak masyarakat dalam kasus Gayus yg keluar rutan, adalah kepolisian”

Atau dalam topik Bencana Wasior Mentawai Merapi “Indonesia tidak punya masalah dalam mengobati, masalah kita adalah dalam mencegah (bukan mencegah bencana, tapi mencegah korban jadi sebesar itu)”

Kenapa kami seperti itu?

Terus terang, karena kami bisa.

Kami subjektif karena kami memilih untuk jadi seperti itu.

Terus terang, itulah yang Indonesia butuhkan.

Gue, bisa jadi adalah orang yang cukup berpengalaman dalam memprovokasi. Hehehe.

Blog ini sudah aktif memprovokasi dari 2006. Album pertama 2008 judulnya Provocative Proactive. Acara radio dengan nama yang sama juga seperti itu.

Tidak beda dengan acara TVnya.

Karena intinya adalah provokasi, maka hasilnya tentunya adalah reaksi.

Provokasi pemikiran karena terjadi dengan keras dan frontal akan memicu reaksi.

Reaksi itulah yang berharga.

Reaksi itulah yang akan memicu perdebatan dan dalam perdebatan itu terjadi pembahasan.

Terlalu sering kita main terima atau telan apa yang kita lihat dan kita yakini.

Tidak pernah kita coba menjajal kebenaran pemikiran kita.

Bayangkan kalau semua orang punya pemikiran yang sama akankah terjadi perkembangan?

Kalau kita tidak pernah berani beradu pemikiran, akankah datang kedewasaan?

Ketika kami subjektif, maka reaksinya akan beragam. Kalau ada 5 orang secara bersamaan menonton Provocative Proactive, ada beberapa kemungkinan

a)      Mereka berlima tidak tahu apa apa tentang materi itu sebelumnya, lalu jadi tahu karena acara kami. Semoga dari situ mereka akan cari lebih banyak untuk menghilangkan rasa penasaran mereka.

b)      Mereka berlima sepakat dengan subjektifitas acara kami dan lewat obrolan mereka, mereka menganggap fakta2 yang kami angkat sesuai dengan keyakinan mereka

c)       Mereka berlima sama sama tidak sepakat dengan subjektifitas kami. Mereka sama sama membahas bahwa fakta dan arahan kami tidak benar. Dalam pembicaraan itu, mereka berlima keluarkan pendapat mereka

d)      Mereka berlima tidak ada yang punya keyakinan yang sama. Ada yang setuju dengan kami, ada yang tidak. Disitu, kemudian mereka lanjut mendiskusikan tontonan tadi.

Walaupun ada 4 reaksi yang berbeda dari acara TV kami, ada sebuah persamaan: Mereka bereaksi dan reaksi mereka akan mengarah kepada pendalaman.

Kalau mau nyari yang aman dan objektif, banyak acara TV seperti itu di Indonesia. Silakan pilih.

Kalau suka subjektifitas kami, silakan tonton

Kalau ga suka, silakan car tontonan yang lain.

Karena acara seperti Provocative Proactive di belahan dunia lain, selalu subjektif.

Inspirasi acara ini: The Daily Show-nya Jon Stewart sangat subjektif. Sudut pandangnya dari Demokrat. Di seberang mereka ada O reilly factor yang serupa dengan Daily Show, tapi dari sudut pandang Republican.

Itulah yang sehat.

Itulah yang bener.

Orang silakan milih sendiri mana yang mereka suka.

Sebagaimana mereka memilih blog siapa yang mereka akan baca atau siapa orang yang akan mereka follow

Betul bahwa ini adalah sebuah acara TV yang berperan untuk jadi pengenal politik kepada anak muda SMA – Kuliah yang selama ini tidak terekspose atau tidak mengekspose dirinya terhadap politik.

Acara ini bukanlah untuk anak kuliahan seperti misalnya @imanlagi dan @pangeransiahaan (yg memang merupakan bagian tim kami) yang terbiasa berbicara politik. Bukan untuk misalnya @mistymimit atau @aditryan yang sudah melek politik.

Acara ini untuk mereka yang ga tau atau ga mau tau tentang politik.

Temen temen seperti @mistymimit dan @aditryan tidak perlu Provocative Proactive untuk mau peduli terhadap politik. Mereka sudah mengikuti dan bahkan paham. Bukan juga untuk @benhan atau @treespotter yang pemahaman politiknya sudah mendalam. Untuk mereka, acara yang tepat mungkin Mata Najwa bahkan mungkin Today’s Dialogue yang bisa membahas lebih dalam.

Tentu kalau tetep mau nonton gapapa J

Tapi anak anak SMA atau kuliah yang selama ini ga mau tau politik, perlu sebuah acara yang menarik, seru, lucu untuk membuat mereka mau menoleh ke arah politik.

Mengapa menoleh ke politik itu penting untuk anak muda, karena terus terang, semua perubahan besar yang terjadi pada Indonesia selalu dipicu oleh pemudanya.

Maka kalau kita berharap ada sebuah perubahan dalam dunia politik kita yang katanya korup dan kotor itu, pemicunya adalah para pemuda. Tapi pemuda tidak bisa memicu perubahan itu kalau tidak paham.

Parahnya lagi, ketidak pahaman mereka terhadap politik akan terus dimanfaatkan oleh politikus busuk.

Itu tidak boleh terus terjadi.

Kenyataannya begini, banyak diantara anak muda di Indonesia yang tidak ingat nama caleg yang dia contreng pada pemilu caleg kemarin.

Nah kalau namanya aja ga tau, gimana mau tau orang itu baik atau tidak?

Secara tidak sengaja, bisa jadi ketidak pedulian kita terhadap politik membuat koruptor2 dan politikus busuk itu duduk di kursi DPR.

Pemuda harus paham politik.

Dan kalau selama ini tidak ada yang bisa membuat mereka menoleh ke arah politik, maka Provocative Proactive TV akan menjadi jembatan mereka.

Kami adalah bagian dari inisiasi awal mereka terhadap politik.

Pada akhirnya, gue bisa bilang kami belum mencapai tingkat dimana kami bisa puas dengan performa kami.

Ada banyak yang harus kami perbaiki dari sisi presenting. Teknik wawancara. Penulisan naskah dan masih banyak hal hal teknis lainnya.

Kadang banyak orang menganggap kami main potong narsum tanpa benar benar mendengarkan jawabannya..

Kadang kami memang begitu dan itu salah, ada beberapa kesempatan lain kami sengaja potong narsum atas beberapa dasar.

Pertama, seringkali narsum tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.

Kedua (dan ini yang paling ribet) narsum menjawab pertanyaan, tapi dengan tempo yang dia tentukan. Ini membuat wawancara jadi agak berantakan karena kemakan tempo narsum. Agak susah menerangkannya tapi kalau elo nonton Frost/Nixon mungkin paham. Karena hal yang sama persis dipraktekkan Richard Nixon. Umumnya politikus handal tau caranya menguasai wawancara dengan bermain tempo.

Kadang juga sekalinya kita memberikan ruang dan waktu untuk narsum menjawab kami malah dibilang “terkesima” hehehe

Tapi gue cukup punya banyak pengalaman dalam wawancara. Terutama mereka yang denger Provocative Proactive versi radio mungkin paham maksud gue

Kalau kami wawancaranya kurang baik gue akan tau dan begitu pula sebaliknya.

Dari sisi penulisan naskah, masih banyak yang bisa kami perbaiki. Tantangannya memang membuat yang awam paham dan mengerti runutan kronologis dan terutama bisa terhibur.

Yang terakhir adalah syarat yg penting. Kalau nggak seru dan lucu, maka acara kami tidak akan beda dengan acara lain bahkan mungkin lebih buruk. Cara penyampaian adalah kunci utama acara ini.

Semakin kesini, kami juga belajar untuk tidak membuat jatah berbicara setiap host sama.

Kalau sama, maka akan terlalu ramai dan kurang bisa mencapai poin yang ingin dibicarakan.

Maka tiap episode, selalu ada 2 orang utama yang berseberangan. Selalu ada 2 host yang dapet peran utama. Episode depan, 2 orang dengan bobot terbesar akan gantian dengan yang lain.

Ini kami pelajari dari FRIENDS dimana setiap episode selalu ada 1-2 tokoh sentral dimana cerita berputar dari 2 tokoh tersebut.

Ini membuat kami lebih mudah fokus dan cair dalam penyampaian materi.

Tapi dengan segala keterbatasan kami, setidaknya kami sudah membuktikan satu hal.

Satu hal yang membuat kami pantas dipertahankan di muka bumi ini.

Melihat acara acara TV  lain yang tayang pada jam yang bersamaan dengan kami, maka jelas Indonesia butuh pilihan. Butuh acara yang tidak menampilkan realityshow yang ternyata tidak real. Butuh acara yang tidak menampilkan anak anak SMA akting jadi orang kantoran yang mengumbar adegan pukul, tangis, dan berdoa dengan mukena sambil… you guessed it, nangis 😀

Gue rasa, penilaian gue sama dengan penilaian Metro TV.

Kami dipertahankan, atau lebih tepatnya, kami bertahan karena dalam acara Provocative Proactive, tersimpan harapan.

There is hope, that this show could be a very powerful show.

There are potentials.

There is hope that we can be the show that Indonesia needs.

We are still here, because the country needs hope.

Though hope is not a strategy, you still need the audacity to hope.

We hope, to provide that need.

 _________________________________________________________________________________________

PS: Setelah membaca ini ada masukan? Opini? Kritik dan saran? Silakan sampaikan di kolom comment ya 🙂 Makasiii