Benar itu Relatif, Baik itu Mutlak

Benar itu relatif, Baik itu Mutlak

Tahu nggak apa penyebab konflik terbesar diseluruh dunia?
Kebenaran.
Perang dunia I dan II terjadi karena masing masing membela apa yang benar bagi mereka.
Konflik keagamaan juga terjadi karena masing masing membela apa yang benar bagi mereka.
Elo berantem sama pacar lo karena masing masing merasa benar
Bos elo ngamuk ke elo, elo mendendam dalam hati, karena masing masing merasa benar
Kita berteriak teriak biulang kebudayaan kita dicuri, mereka sibuk ngeles dan nuding balik bahwa lagu Indonesia Raya juga tidak orisinil karena semua merasa kebenaran yang mereka yakini dipertanyakan.
Gandhi ditembak karena ada yang merasa Gandhi sudah berjalan ke arah yang salah
Hitler yakin dirinya benar, dunia merasa sebaliknya
Richard Nixon punya keyakinan bahwa apapun yang salah jadi benar kalau dilakukan oleh presiden
Kebenaran
Kebenaran
Kebenaran
Ini yang dibela sampai titik darah penghabisan oleh semua orang di dunia.
Sedih
Andai saja kita tahu bahwa BENAR itu selalu relatif.
Tergantung dari sudut pandang siapa
Tergantung pada jaman.
Contoh: Dulu dunia meyakini bumi adalah pusat dari tata surya. Dulu. Itu benar. Hingga copernicus menguatkan galileo galilei.
Dulu, manusia tidak bisa terbang. Benar. Hingga ada pesawat.
Dulu ke Bandung nggak mungkin 1,5-2jam. Benar. Hingga ada tol cipularang.
Things change, facts shifted and with it, reality changes.
Apa yang dulu benar sekarang salah, apa yang dulu salah sekarang benar.
Kalau kita nyetir sebuah mobil merah, kita suka ngomel kepada mobil biru yang nglakson kita dari samping kemudian menyalip mobil kita. Tapi kalau kita duduk di dalam mobil biru tersebut, kita akan kesal karena mobil merah itu lelet dan ga jelas nyetirnya… maka kita klakson dan kita salip mobil tersebut.
Get it?
Kebenaran itu selalu relatif.
Yang mutlak, adalah KEBAIKAN.
Baik itu mutlak.
Bayangkan…
Apa jadinya dunia, ketika konflik terjadi, dan mereka sadar sudah muncul konflik diantara mereka, lalu mereka BERHENTI mengejar kebenaran dan langsung melakukan apa yang BAIK utk dilakukan dalam kondisi seperti ini…

Mengejar kebenaran akan membawa kepada konflik.
Merelakan kebenaran untuk mendapatkan kebaikan akan membawa kedamaian.

πŸ™‚
Damai untuk Indonesia
PS: Gue takut kita terlalu sibuk ngurusin malaysia nyuri ini, malaysia menyiksa si ini, malaysia menghina ini, malaysia menghina ini, kita jadi lupa untuk melakukan sesuatu yg nyata untuk Indonesia. For the 1st time in my life, i hope im wrong…

13 thoughts on “Benar itu Relatif, Baik itu Mutlak”

  1. Baik itu jg relatif, mas pandji..
    Menurut saya, anda BAIK ketika tulisan anda tidak menyinggung ego saya. anda BAIK ketika anda menulis hal-hal yang sependapat dengan saya.
    Tapi ketika anda menulis hal-hal yang saya tidak setujui, bahkan tulisan anda menyerang ego saya, menurut saya anda TIDAK BAIK. Anda jahat karena sudah menyinggung ego saya.

    Btw, sejak kapan sih kita harus tau mana yang benar mana yang salah? baik atau jahat? sukses atau gagal? kenapa hal-hal ini selalu ada pasangannya?
    apakah mutlak itu tetap ada lawan katanya?

  2. Wah apa nggak kebalik tuh mas…..???

    Ketika seorang maling ayam mencuri seekor ayam dari tetangganya, menurut dia, adalah KEBAIKAN buat si maling, tapi Tidak BENAR dimata hukum….Ketika seorang pelacur menjajakan tubuhnya kepada hidung belang, menurut mereka adalah KEBAIKAN buat si pelacur (karena mendapatkan uang) dan hidung belang (Karena mendapatkan tubuh mulus), tapi Tidak BENAR menurut norma agama, hukum dan susila di masyarakat…….

    Setiap KEBAIKAN adalah relatif, tergantung dilihat dari sudut pandang subyeknya. Bagi Maling Ayam, mencuri adalah KEBAIKAN (Menurut Pencuri), sedang bagi Hansip / Polisi menangkap maling ayam adalah KEBAIKAN…..
    Bagi Pelacur, menjual diri adalah KEBAIKAN (menurut Pelacur), sedang bagi pendakwah, penceramah menyadarkan Pelacur adalah KEBAIKAN……

    Setiap KEBENARAN adalah mutlak, pencuri ayam dan Pelacur, mengakui bahwa perbuatan mereka adalah Tidak BENAR…….

    1. Ikut menanggapi ya

      Wah penjelasan ente secara analogi dan logikanya aja udah keliru bro. Istilah dosen ane mah, logical falacy, sesat pikir, lebih bahaya dari interpretasi baik buruk atau benar salah yang subjektif dari ekstremis sekalipun. Baik buruk itu tataran aksiologi, moral. Sedangkan benar salah itu tataran epistimologi, logika. Sama sama sebuah nilai yang punya kedudukan setara.

      dalam ilmu filsafat, kebaikan & keburukan itu tatarannya aksiologi, parameternya adalah moral sosial dan agama. Praktik maling ayam & pelacuran itu dari sisi moral sosial dan agama saja sudah dianggap buruk. Kalau ente bilang maling ayam dan pelacuran itu sebuah “KEBENARAN” bagi si maling & pelacur, itu keyakinan moral individualis si pelaku, bukan keyakinan secara moral kolektif. Secara moral kolektif baik moral sosial maupun agama, masyarakat sepakat kalau pencurian dan pelacuran itu buruk & salah. Makanya negara buat perangkat hukumannya bagi yang diketahui melakukan praktik tersebut. Walau tujuannya benar (cari nafkah), tapi caranya salah (maling/ngelacur) ya tetap dianggap salah, itu pondasi sosiologi (tanya guru sosiologi ente pas SMA kalo gak percaya). Urusan dia malingnya cuma ayam, itu subjektifitas ente mau justifikasi kaya gimana. Tapi menurut subjektifitas ane, jelas si pelaku bukan orang yang giat berusaha karena sudah mengorbankan harga dirinya untuk 1-2 ekor ayam.

      Nah, kalo benar salah itu epistimologi, salah satu parameter dalam menjustifikasi benar salah itu dengan logika. Misalkan, secara logika hukum yang berlaku, pencurian dan pelacuran itu tidak dibenarkan dimata hukum, dengan asusmsi umum, belum mengindahkan motif, objek, dan siapa pelakunya. Setelah ditinjau secara motif, objek yang dicuri, dan siapa pelakunya, bisa jadi keputusan hakim berbeda. Misal, di Aceh, seorang nenek tua yang mencuri daun ganja dikebun untuk sekedar makan (dia Aceh daun ganja biasa jadi sayur), akan berbeda secara keputusan hukum, dengan seorang pemuda yang mencuri daun ganja untuk dikeringkan (dijadiin narkoba). Mengapa? karena walaupun secara objek yang dicuri sama (singkong), motif (satu buat makan, satu buat nyimeng) dan pelakunya (satu nenek tua, satu lagi pemuda) berbeda. Ini masuk ranah moral lagi, moral individualis si hakim dalam memutuskan perkara. Sama kaya hukum, llmu sosial kaya ekonomi, sosiologi juga relatif. Tapi dalam ranah ilmu pasti kaya Fisika, Teknik, dll, kebenaran itu mutlak sampai ditemukan penemuan baru yang menyanggahnya.

      Kesimpulannya, Baik Buruk itu bersifat mutlak dalam moral agama, namun bisa mutlak/relatif menurut sosial, dalam kasus tertentu. Dan benar salah itu relatif dalam konteks sosial & ilmu sosial. Sedang dalam konteks ilmu pasti, benar salah itu mutlak sampai ada penelitian baru yang menyanggahnya.

      Sepakat sama bang Pandji, lanjutkan Bang.

  3. ikut nimbrung dong. penasaran nih..
    kalo ngga salah, kesimpulannya :

    sesuatu yang baik belum tentu benar.
    sesuatu yang benar sudah tentu baik.

    benar/salah itu menurut logika.
    sedangkan baik/buruk itu berdasarkan perasaan.

    logika itu mutlak.
    perasaan itu relatif.

    benar/salah itu mutlak.
    baik/buruk itu relatif.

    begitu bang? mohon pencerahannya. terimakasih

  4. Sangat mudah sekali melihatnya. Hehe
    Komentar di atas saya, menyatakan bahwa yang benar bagi mereka.. Sementara mas pandji mengatakan yg benar baginya. Relatif bukan? Jadi mutlaknya gimana?
    Mas/Mbak yang lebih mengerti daripada saya..
    Benar atau salah itu tidak ada. Semua yang menurut seseorang benar, maka itu benar bagi dirinya. Menetapkan benar dan baik itu berdasarkan pertimbangan seseorang juga. Artinya? Relatif.
    Jangan kaitkan “benar” dan “baik” yang merupakan hasil pemikiran orang sebagai suatu yg mutlak. Pasti relatif.
    Sesuatu yang mutlak itu hanyalah kebenaran ilmiah. Sisanya? Relatif. Kebenaran ilmiah seperti apa? Itu adalah ilmu pasti yang kita pelajari.
    Sementara kebenaran yang merupakan output dari pemikiran seseorang, pastilah relatif. Hehe

    Itu hanya sekedar pemikiran saya yang masih kurang pengalaman. Maaf kalau ada salahnya. Hehe πŸ™‚

  5. Numpang komen juga ya:

    Smua tergantung standar apa yang dipakai. Makanya ketika manusia dalam jumlah banyak (lebih dari 2), merasa perlu membuat kelompok, membuat negara & mengangkat pemimpin, membuat kesepakatan2 hingga tingkat dunia. Untuk membuat satu standar kebaikan & kebenaran. Ada aturan & pemimpin yg memutuskan. Agar tidak merasa benar sendiri dalam bumi & sumber daya bersama. Yang pasti kita punya kesamaan. Kita juga memiliki sumber hidup yang sama. Kita sama2 tidak bisa mempertahankan hidup kita di bumi ini selamanya. Ada satu standar panduan hidup yang mutlak. Tp kenyataannya sampe sekarang seluruh manusia belum bisa mengambil satu pilihan yang sama. Scara pribadi Mgkn perlu dikomparasi & dikaji secara ilmiah agar tidak salah pilih. Sbagaimana pemimpin & hakim, Pemilik hidup & nafas akan memberikan keputusan yg berdampak pada akibat atas keputusan kita memilih & melaksanakan kebenaran & kebaikan. Konon dulu ada seseorang mencari tau cara berbuat baik & benar. Ia menggali tanah lalu ia masuk & berbaring di dalamnya membayangkan ia sedang meninggal & dikuburkan. Ia mmbayangkan setiap orang (kluarga, teman, tetangga, atasan, bawahan, dll) memberikan sambutan tentang hidupnya, & ia tdk punya hak jawab & menyanggah. Trnyata Apa yg ia harapkan keluar dari mulut orang2 yg memberikan sambutan itulah yg selanjutnya ia lakukan dalam kehidupannya untuk mnjadi seorang yg baik.

  6. Sbagianx copas:

    Yg jelas baik & benar itu berbeda. Makanya biasanya perintah dlm mnjawab soal itu: jawablah secara “baik dan benar” itu supaya menghindari salah tafsir gan.Karena Baik itu menurut perasaan manusia, sedangkan Benar itu hasil dari pencarian, pengujian, pembuktian, fakta,dsb.

    Baik itu relatif, tapi kalau benar itu mutlak, yah kira-kira gitu lah.

    Memberi rokok kepada si perokok itu baik menurut si perokok. Tp tidak dibenarkan dari sisi kesehatan.

    1. Baik belum tentu benar dan yang benar tidak selamanya dipandang baik oleh sebagian manusia. Baik buruk itu lebih banyak ditentukan oleh persepsi manusia. Ada pun suatu urusan baru bisa dikatakan benar jika berlandaskan Al qur’an dan Assunnah. maka Imam Syafi’i berkata: “ilmu adalah firman Allah dan sabda Rasulullah, tidak lebih dan tidak kurang”

  7. Saya mengikuti koment kok kayak nya jadi ribet. Semuanya pada pinter, saya suka. Kalau saya cuma satu yg ingin dikemukakan supaya nantinya tidak jadi ribet kaya gitu. Yaitu coba defenisi kan kata ” Benar “. Kalau definisi saja, masih belum klop…..ya begitu seterusnya….jadi ribet…

  8. Seru sekali baca postingan dan komen-komennya. Bagaimana setiap orang punya penjelasannya masing-masing dalam memecahkan misteri mana yang mutlak dan relatif haha. Kebetulan sedang belajar ini juga di kampus. Paling tidak, saya jadi bisa melihat fenomena sosial ini jadi lebih luas, dengan berbagai sudut pandang. Terima kasih atas tulisannya πŸ™‚

Comments are closed.