Ini adalah imaginary interview antara PANDJI PENYIAR vs PANDJI RAPPER…
Pandji Penyiar (PP) : Hai Pandji apa kabar?
Pandji Rapper (PR) : Baik baik aja… ganteng bener nih?
PP : Yaaaah biasalah , sehari hariii… anda juga terlihat tampan…
PR : Yaaa banyak yang bilang gitu…
PP : Okay, kita langsung ke interview gimana progress album ke dua?
PR: Lagu yang bener bener rampung baru 1 lagu dan itu yang rencananya akan jadi single pertama… Sisanya antara belum rampung banget atau malah belum di take sama sekali..
PP : Kok bisa gitu uda tau apa yang akan jadi single pertama sebelum lagu lagu lain selesai?
PR : Ya karena gue independent, pada akhirnya yang milih single pertama juga gue dan gue sudah punya bayangan yang jelas akan seperti apa semua lagu nantinya, ya tidak terlalu susah untuk tau yg mana yang akan jadi single pertama.
PP: Sebenarnya apa sih yang membedakan Pandji dengan rapper lainnya?
PR : Im not trying to make money out of this.
PP: Kenapa kemudian itu jadi unsur pembeda yang signifikan?
PR: When ur trying to make money, sometimes, well, MOST of the times you focus not on makin art , but on making something that would sell.
PP: Apa salahnya dengan itu?
PR : When you’re trying to sell, you compromise. You compromise and try to do things that will sell, you look at other musicians and start copying, and saying that you’re inspired. Come ooon even you and I know exactly the difference between copying and being inspired by!!
PP: Kenapa anda tidak mencari uang dari hiphop?
PR: Karena memang gue mencari uang dari sumber sumber lain, i hustle and make money to feed for my passion which is hiphop.
PP: Memang itu benar? Nyari uang dari sumber lain kemudian dijadikan bahan untuk membiayai karir musik?
PR: Entah, tanya aja sama Jay Z. Dia jualan drugs untuk kemudian punya modal membangun Roc-A Fella Records. Dia ditolak oleh semua major label. Karena dia yakin produknya bagus, dia publish aja sendiri. Mungkin justru itu yang harus dilakukan rapper di Indonesia, untuk menjamin musiknya “pure” dia hustle dengan cara lain, entah apa lah, nanti uang yang terkumpulkan jadi dana untuk hiphopnya…
PP: Lalu kalau bukan nyari uang, kenapa anda masuk hiphop?
PR: Karena gue butuh penyaluran. Gue punya banyak sekali pesan di kepala yang harus keluar kepada khalayak umum, kemudian juga karena gue ingin jadi rapper, ketiga karena gue ingin jadi bagian yang membangun hiphop di Indonesia dan menjadikannya sumber uang.
Saat ini orang kalau ditanya ”Pekerjaan kamu apa?”
Si rapper menjawab ”Saya rapper”
Biasanya dijawab lagi dengan kalimat ” Ooooh itu mah hobi, pekerjaannya apa?”
Orang belum percaya kalau hiphop bisa jadi sumber penghasilan… dan wajar saja, karena memang uang yang bersirkulasi disini (hiphop –red) tidak sebesar dengan jumlah uang yang bersirkulasi di musik yang pop.
PP: Jadi anda ingin menjadikan hiphop pop?
PR: Iyalah! Banyak orang yang merasa itu salah… Mereka lebih nyaman dengan tetep menjadi underground… Ya itu boleh boleh saja, tapi sebaiknya tidak menghalangi jalan orang orang yang ingin hiphop meledak di Indonesia. Ada banyak orang di hiphop yang menatap hiphop dengan kacamata yang salah.
PP: Seperti apa itu kacamata yang salah?
PR: Orang yang terlalu sibuk berkata ”Ini hiphop dan itu bukan hiphop”
Orang yang bilang berpakaian seperti itu tidak hiphop dan yang begini hiphop, orang yang mencaci maki rapper seperti Tata dari Tangga atau Rayi dari RAN karena menurut mereka yang pop itu tidak hiphop…
PP: Mungkin mereka mau bikin beef (perseteruan) ?? Hiphop kan identik dengan beef?
PR: Maaaaan, its hard enough to have rappers in Indonesia alive and making music, popping on the radio and we want to beef against each other? That’s stupid.
Beberapa orang nanya sama gue “Kok di siaran lo elo mainin lagunya J Flow? Dia kan pesaing elo?
Atau … “Dji udah denger lagu lagunya Boogeyman (upcoming hiphop artist dibawah The One Management -Red) belum ? Keren abis, wah bakal jadi saingan lo tuh? Takut nggak lo?” bertanya dengan nada nyindir…
Sedih banget gue denger pertanyaan itu… Ada rapper aja lagunya di mainin di radio susahnya setengah mati.. masa gue mau mematikan mereka? Gila apa? Gue ingin di setiap radio, setiap jam ada lagu hiphop yang mengudara!
I dont beef with these guys, i go to war WITH them. We go back to back trying to blow up hiphop.
PP: Tapi kan J Flow dan Boogeyman dan rapper rapper solo lain seperti Faro, Daviuz, Tabib Qiu, dll adalah saingan bisnis anda?
PR: Setiap orang punya pembelinya masing masing… gue percaya itu. Terutama, karena setiap rapper di Indonesia, punya gaya, pesan dan swagger masing masing.. kami sibuk untuk jadi berbeda… Nggak kayak di dunia band Indonesia
PP: Memang kenapa dunia band di Indonesia?
PR: Banyak yang sibuk ingin menyamakan diri mereka dengan Peterpan. Paling tidak gue merasa begitu. Nih ya.. di Indonesia, diantara nama nama band generasi baru (yang diluar generasi Slank, Dewa19, Gigi, Coklat, dll) cuma nama nama ini diantaranya yang menurut gue sound-nya original: Peterpan, Nidji, J Rocks…
PP: Pe..pe… Peterpan?
PR: Iya Peterpan… harusnya banyak sekali band berterima kasih kepada Ariel dan Peterpan. They actually started all this. This way of singing, this way of making songs, this way of dressing, this way of hairstyling, this way of everything that every other band is using. Nidji mungkin banyak yg bilang terdengar seperti Coldplay dan The Killers, tapi ketika mereka muncul ke permukaan industri musik Indonesia, paling tidak mereka tidak terdengar seperti Peterpan. Band lain malah mirip miripan dengan Peterpan. J Rocks mungkin terdengar seperti Larc En Ciel, tapi tidak ada band lain di Indonesia yang mirip mereka.
PP: Okay, mengingat issue “menjadi berbeda” ini dikaitkan dengan album anda, apa memangnya yang anda lakukan untuk menjadikan album anda berbeda dengan yang lain?
PR: Simple, I was just being myself. Everybody else was trying to be like someone else coz they were trying to SELL. So they did what sells. I did me. Everything I do , is me. I don’t have to sell so I don’t have to mimic anybody else. I just be me.
PP: Perbedaan apa yang jelas jelas terasa dari album anda?
PR: Dari sisi pesan, di dalam album gue ada banyak sekali topik dan pesan yang tidak terekspose ke permukaan. Tidak banyak lagu yang membahas hal hal seperti perceraian orang tua, pembajakan, demonstrasi, media massa, dll. Coba gue tanya, selain Cokelat dengan ”Bendera”, lagu apa lagi yang elo tau mempromosikan nasionalisme? ”Untuk Indonesia” dan apa lagi?
PP: Selain itu?
PR: Dari sisi musik, coba dengerin beat beat yang gue pilih untuk album pertama gue… Coba perhatikan musik lagu ”Untuk Indonesia”, lagu ”Kembali Tertawa”, lagu ”Hiphop Help” dan misalnya lagu ”Atas nama kebenaran” perhatikan musiknya dan jangan perhatikan liriknya… Have you ever heard a hiphop song like that in Indonesia? Beats like those?
Suatu ketika Endru (beatmaker, rapper, CEO Rizky Rekordz – Red) bilang “Elo cenderung milih beat yang gue ga akan pilih” . That was because I consciously did that on purpose.
Ketika gue pilih beat beatnya Endru didalam benak gue adalah “Gue mau ambil beat yang tidak terdengar seperti Soul ID” I did that coz I wanna be different.
I wanna make sure when I go out, I was myself and that I didn’t sound like Soul ID.
I have tremendous respect for Soul ID, but im not them.
PP: Apalagi perbedaan yang paling jelas?
PR: Yang paling jelas? Cover album gue. Udah liat belum? Do you noticed anything weird? I SMILED!
Coba kumpulin semua CD musisi hiphop dalam dan luar negri. SEMUA.
Pernahkah elo menemukan rapper yang senyum di albumnya?
Idan, temen gue yang juga desainer untuk REF Basketball Clothing bilang “Boy, tau nggak elo musti gimana di album? Elo musti senyum!”
Gue setuju.
See all im trying is to send out a message, that im a new type of rapper. And I don’t see any other way to say that bluntly, other than smiling on my cover.
Temen gue nanya “Kenapa sih elo musti senyum di album lo?
Gue jawab “Kenapa nggak? Kenapa gue musti nggak senyum? Apakah karena manyun itu hiphop dan senyum itu nggak hiphop? So if i smile on my covers and i rap my songs you wont call me a rapper? You’re an idiot!”
PP Lalu kenapa menurut anda semua rapper ga senyum di albumnya?
PR: Entah, mungkin di luar negri mereka mau mengesankan rasa getir dan kekecewaan yang terasa pada umumnya orang kulit hitam. Kalau itu benar, maka hilangnya senyum di wajah mereka adalah sebuah pernyataan sikap.
Nah kalau di Indonesia rapper pada manyun dan nggak senyum terus terang gue juga nggak tau kenapa. Feeling gue bilang, mungkin mereka lebih nyaman dengan tidak senyum.. rapper kan bukan model, susah disuruh gaya terkadang didepan kamera. Jangan sampai kalau ternyata mereka tidak senyum untuk terlihat COOL. Kalau itu benar, justru sangat menggelikan..
PP: Kenapa menggelikan untuk menjadi cool?
PR: “COOL”, is an attribute. You don’t call yourself cool, people call you cool.
You don’t embed yourself with coolness, people will see you and they will judge you and say you’re cool or you’re not. Jadi percuma elo berusaha untuk menjadi cool karena cool adalah predikat yang diberikan orang kepada elo.
Masak, karena gue senyum di album lalu gue menjadi tidak cool?
Cool itu adalah reputasi. Elo nggak bisa menciptakan reputasi, elo BANGUN reputasi, dan membangun reputasi membutuhkan lebih dari sekedar manyun di cover album.
PP: Apakah menurut anda album pertama anda sukses?
PR: Jelas!
PP: Tapi anda kan tidak menjual 1 juta kopi?
PR: Kan gue cuma nyetak 4000 kopi, gimana caranya gue bisa menjual 1 juta kopi?
PP: Oh iya ya… Lalu apa tolak ukur kesuksesannya dong?
PR: Album gue sukses karena pesannya sampai. Gue mau cerita sedikit tentang Pixar Animation Studio. Suatu ketika John Lassiter yang kala itu masih ngurus animasi bersama teman temannya bikin sebuah animasi pendek tentang lampu meja dan anaknya , si lampu meja kecil. Sekarang lampu meja itu jadi ikon Pixar, setiap film Pixar selalu awalnya ada si lampu meja itu lompat lompat sebelum akhirnya jadi huruf “ I “ pada kata Pixar…
PP: Oh iya, saya tau itu…
PR: Nah, setiap tahun di Silicon Valley ada pekan teknologi paling bergengsi dan Pixar berniat untuk menunjukkan keberhasilan mereka dalam animasi lewat film pendek lampu meja tersebut… Film animasi itu menampilkan teknologi dan pendekatan pendekatan baru dalam animasi… Kisahnya sendiri tentang Lampu Meja dan anaknya yang senang main main dengan bola…
Ketika film itu tayang… penonton bersorak tepuk tangan terhadap film yang cuma 3 menit itu… di akhir film , seorang tokoh animasi besar datang menghampiri John Lassiter dan berkata ”John, saya mau bertanya…”
Pada detik itu, John langsung deg degan ”Waduh, dia pasti mau mengkritik teknik rendering atau teknik pembayangan, atau teknik pewarnaan…”
Pria tersebut kemudian melanjutkan pertanyaannya
”Saya mau bertanya, itu Lampu dewasanya Mama-nya atau Papa-nya?”
John merasa lega seketika, dan berkata “We did it…” dia kemudian melanjutkan
” People see past the technical things and was captivated by the story, which is exactly what movies should do”
PP: Hubungannya dengan album anda?
PR: My album is a rookie’s album. Mau gimana juga, album itu pasti tidak sempurna dari berbagai sisi teknis, tapi orang tidak terjebak dengan hal hal teknis pada album tersebut. Nggak ada atau mungkin sedikit sekali yang bilang “Cara elo ngerap aneh” atau “Beatnya nggak enak” , kebanyakan mereka bereaksi terhadap pesan yang ada di dalam album itu, dan itulah yang sangat gue inginkan… terlepas dari reaksi itu positif atau negatif…
PP: Keberhasilan lain dari album tersebut?
PR: Banyak orang yang masuk ke www.pandji.com (blog pandji – red) dan bilang mereka terinspirasi oleh album gue, banyak yang nangis (!!!!) dan gue liat dengan mata kepala gue sendiri ketika gue membawakan “Kembali Tertawa” atau “Dulu dia bukan siapa siapa” dan bahkan banyak yang datang ke gue dengan anaknya dan anaknya langsung nge-rap “Angkat tanganmu Untuk Indonesia…” For me, that’s quite and achievement, its enough for me to wanna do it again… Elo boleh percaya atau tidak, ada remaja masih belasan tahun, bilang ke gue, setelah denger lagu “Untuk Indonesia” dia ingin jadi Presiden RI. Sumpah!!!
PP: Karena anda bikin album tidak berharap dapat uang, apakah anda berharap untuk mendapatkan penghargaan berupa sebuah award misalnya?
PR: Penghargaan itu seperti ramalan horoskop. Kalau bagus kita percaya, kalau tidak kita tidak percaya… Sama dengan awarding, kalau gue dapet maka gue akan seneng, tapi kalau gue ga dapet, ga akan membuat gue berpikir bahwa musik gue lebih jelek.
PP: Ngomong ngomong.. apa judul album anda yang ke dua ini
PR: Judulnya ”You’ll never know when someone comes in and press play on your paused life”
PP: A.. a.. appaa ?
PR:”You’ll never know when someone comes in and press play on your paused life”
PP: Pa..panjang amaat? Kenapa panjang gitu?
PR: Kenapa tidak?
PP: Ya.. orang kan susah untuk menyebutnya…
PR: Exactly my point. Pengalaman gue selama promo radio atau di interview oleh wartawan, ada 2 jenis media.. Media yang cerdas.. dan yang tidak. Media yang cerdas tidak pernah menemui kesulitan dalam menulis atau menyebut “Provocative Proactive”. Media yang tidak, kadang menulis seperti ini “Proaktif Profokativ” dengan “f’ dan “v” yang ketuker.. atau ada juga yang menulis “Provokatip Proaktip” dengan “p”…. Gue sih ketawa ketawa aja… Sekarang judul album yang panjang ini seperti jebakan terhadap media… nanti akan ketauan sendiri mana media yang cerdas dan yang tidak… Mana yang niat dan yang tidak…
PP: Nggak takut dianggap menjebak?
PR: Kalau bersih kenapa harus risih? (sambil bernyanyi seperti iklan layanan masyarakat – red)… hehehe, kalau emang yakin nggak akan salah pasti ga akan terjebak…
PP: Tapi orang nggak akan inget judul albumnya lhoo..
PR: Coba gue tanya.. lagu ”Superstition”-nya Stevie Wonder ada di album-nya yang mana? Atau lagu ”Heaven and Earth”nya Al Jerreau ada di album yang mana? Atau lagu Eminem yang “Kim” ada di album yang mana?
Bisa jawab nggak?
Pada akhirnya, kita akan lupa dengan judul album, tapi yang penting adalah lagunya…
Album dan judulnya adalah cara musisi untuk mengelompokkan lagunya saja dalam periode tertentu, tapi judul album tidak lebih penting dari lagu lagunya sendiri… paling tidak itu menurut gue…
PP: Jadi apa judulnya tadi?
PR: ”You’ll never know when someone comes in and press play on your paused life”
PP: Dari mana dapet kalimat itu? Mengutip seseorang?
PR: Sama sekali tidak, i came up with it… suatu saat gue merasa pengen nulis itu di twitter… lalu kemudian Gamila (istri Pandji – red) nanya “Dapet dari mana tuh?” gue bilang itu buatan sendiri.. lalu dia bilang ”bagus”
Seketika gue merasa, kayaknya sayang kalau cuma jadi tulisan di twitter… maka gue putuskan jadi judul album
PP: Sedikit out of context… apa bedanya anda di www.pandji.com dengan di microblogging anda di www.twitter.com/pandji?
PR: www.pandji.com adalah pemikiran saya… www.twitter.com/pandji adalah perasaan saya…
PP: Kalau perbedaan album pertama dan kedua?
PR; Apa coba judul album kedua gue???
PP: ”You’ll never know when someone comes in and press play on your paused life”
PR: Pinter juga lu…
PP: Iyalaaah, ganteng juga lagi.. balik ke pertanyaan tadi, bedanya album pertama dengan kedua?
PR: Album pertama banyak hasil pemikiran gue… album ke dua lebih kepada perasaan gue… album pertama lebih provokatif.. album ke dua lebih inspiratif…
PP: jadi kisi kisi album ke 2 bisa ditemukan di twitter?
PR: Pinter bangeeet loooo
PP: Iyalah, ganteng juga lagi…
PR: iya gue tau itu… elo udah bilang tadi…