i love my job

Followers gue di twitter mungkin cukup hafal dgn kebiasaan gue setiap selasa malam.. Err.. Cenderung dini hari..

Gue selalu ngetweet “I love my job”

Begitu seringnya ngetweet itu sampe pernah diundang sebuah kampus utk berbagi bagaimana bisa kerja dgn penuh kecintaan kpd pekerjaan.

Alasan kenapa gue selalu ngetweet “I love my job” setiap habis siaran sebenarnya adalah ini:

Untuk mengingatkan gue lagi, bahwa yang membawa gue pertama kali sampai kpd hari ini adalah dunia kepenyiaran.

Luar biasa, mengingat setelah 10 tahun, gue

masih mencintai dunia ini.

Tentu, siaran hari ini dgn siaran 10 thn yg lalu berbeda.

Dulu gue bekerja, sekarang setiap kali siaran adalah berkarya.

Provocative Proactive Radio adalah program yg gue ciptakan.

Di sinilah semua rasa penasaran gue (yg tdk pernah habis) dipuaskan.

Pada dasarnya gue punya rasa penasaran yg tinggi, dan pada dasarnya gue senang mewawancara.

Itulah mengapa siaran masih sangat menyenangkan.

Lalu mengapa gue memutuskan utk berhenti ngetweet “I love my job” setelah sekian lama.

Karena, sebenarnya ketika gue ngetweet “job”, yg gue maksud bukan “kerja” tapi “karya”

Gue mencintai karya gue sendiri.

Masalahnya, “karya” itu tidak ada padanannya dlm bahasa Inggris. Kalo disebut “work” jatuhnya ambigu juga.

Salahkah mencintai karya sendiri?
Bagi gue sama sekali tidak.
Bahkan aneh kalo ga cinta, karya itu beda bgt dgn kerja.

Karya itu datang 100% dari dalam diri kita tanpa paksaan.

Bokap pernah ditanya sama temennya yg org Jerman ketika sedang berbincang di hotel (waktu itu) Hilton.

Kata org Jerman: “Orang Indonesia itu aneh.. Kenapa orang Indonesia kalo bikin ukiran bisa detil dan presisi sekali. Sementara kalo orang Indonesia bikin tangga, kadang tinggi anak tangganya ga sama. Ada yg 20cm, anak tangga berikutnya 21cm, berikutnya 20,5cm.. Ga presisi. Kenapa begitu??”

Ayah gue menjawab yg kalo disederhanakan artinya kurang lebih:
“Yang bikin tangga itu bekerja, yang bikin ukiran itu berkarya”

Kini, karya gue berkembang. Dari REF Basketball Clothing, ke Random Creative House, ke Kolam Komik, ke Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, ke buku, ke musik, ke Kelas Kepenyiaran dan ke acara radio itu sendiri.

Rasanya aneh kalo gue hanya bilang cinta karya gue ketika siaran saja.
Rasanya kyk mengecilkan yg lain.
Padahal cintanya sama besarnya.

Semua karya gue adalah curahan idealisme, pemikiran, semangat, waktu dan tenaga gue.

I love all my work.
I love all my job.
Gue cinta semua karya gue.

So I shall stop tweeting about it, even though I will always feel the same way inside.

“I love my job”