Mari Menangkan

Sebenarnya, saya mau menulis blog post ini sejak lama.

Sebuah tulisan mengenai bagaimana menurut saya cara kita bersikap sebagai umat muslim di negara dengan penganut ajaran Islam terbesar di dunia, Indonesia.
Namun seperti biasa kalau tidak ada pemicu emosinya, biasanya selalu tertunda. 

Sebaliknya, ketika emosi tersentuh, semangat untuk menulis jadi memuncak.

Hari ini, emosi tersebut terbakar oleh pemberitaan mengenai entah masjid atau mushola, atau rumah & kios  , atau semuanya dibakar saya juga kurang yakin karena pemberitaan simpang siur. 

Tapi satu hal yang terasa, sentimen publik bahwa ada konflik yang didasari agama terjadi di Tolikara, Papua.

Banyak yang berusaha menenangkan. 

Banyak juga yang berniat membalaskan dendam.
Lucu. Padahal masih di hari suci Idulfitri. Di hari yang penuh kebahagiaan, begitu banyak yang begitu mudah emosi ketimbang dengan hati tenang berusaha untuk bersikap benar.
Bagi saya, orang jahat datang dari berbagai rupa, berbagai ras dan berbagai agama.

Tidak bisa satu agama lengkap dengan seluruh umatnya dianggap jahat & salah.

Karena kalau kita menyikapi kejadian di Tolikara sebagai salah seluruh umat kristiani, apa kabar kelakuan beberapa orang Islam yang juga pernah berbuat keras?
Orang jahat datang dari berbagai rupa, berbagai ras dan berbagai agama. Orang baikpun demikian. 
Buktinya di banyak daerah di Indonesia semuanya damai & toleran. Di Malang contohnya, umat muslim Shalat Ied di halaman gereja 

Dapat laporan pandangan mata langsung dari mas @adibhidayat di Salatiga juga serupa.
Di seberang lautan, di Amerika sana, umat muslim menggalang dana untuk membantu membangun kembali gereja gereja masyakat kulit hitam yang dibakar orang orang rasis -> klik
Orang baik ada di mana mana dalam berbagai rupa. Sama halnya dengan orang jahat. 
Karena itu sebaiknya, kita umat muslim bisa mencontohkan bagaimana harus bereaksi ketika kita diserang.
Kita sebagai umat muslim, umat dengan jumlah terbanyak di negara ini yang mengajarkan bagaimana caranya bersikap.
Seperti misalnya selama Ramadhan kemarin. Waktu Mentri Agama, Pak Lukman H Saifuddin membuat pernyataan bahwa warung makan boleh tetap buka kalau mau tetap jualan & bahwa umat muslim harus menghormati juga hak yang tidak berpuasa.
Ada segelintir orang yang reaksinya kurang elok dengan berkata “Kalau gitu kita main petasan aja waktu lagi Nyepi. Mereka kan harus hormati hak kita yang lagi gak Nyepi. Adil kan?”
Orang yang bicara seperti itu:
A) Tidak pernah tahu rasanya jadi orang tua.

B) Bukan orang tua yang bijak

C) Abege yang logikanya belum berkembang (bukan salah para abege karena menurut Jonathan Haidt di buku The Righteous Mind, perkembangan emosi lebih pesat daripada nalar ketika remaja)
Orang tua yang baik tahu bahwa adil tidak berarti serta merta memberikan perlakuan yang sama kepada semua pihak.
Kalau saya punya anak 2, yang satu SMA & yang satu SD, apakah adil kalau dua duanya saya beri uang jajan seminggu Rp 50.000 ?
Tentu tidak. 
Berlaku adil tidak selamanya memberikan perlakuan yang sama, justru memberikan perlakuan yang sesuai dengan situasi & kondisi
Kita sebagai muslim yang jumlahnya terbanyak, harus mau memikirkan yang sedikit. Karena yang sedikit ini kasian. Secara tidak kita sadari, yang sedikit ini mengalami perlakuan yang beda dengan kita yang mayoritas.

Memang sulit untuk anda membayangkan kalau anda belum pernah tahu rasanya jadi minoritas. 

Ketika yang sedikit mau beribadah atau merayakan hari besar keagamaan, kita yang banyak sebaiknya bersikap bijak dengan ikut melindungi hak mereka.

Anggap saja kita umat muslim yang jumlahnya dominan ini adalah seperti kakak bagi yang lain. Kita yang tunjukkan bagaimana harus bersikap.
Dalam menyikapi kekerasan ini, kita umat muslim diberikan peluang untuk menunjukkan bagaimana bijaknya bersikap & bertindak.
Apalagi karena ada indikasi bahwa kekerasan ini ada yang atur, ada yang desain.

Ada orang orang jahat yang ingin ini terjadi.

Kita tidak bisa jatuh kepada apa yang mereka harapkan.
Walaupun benar tindakan mereka jahat, tapi kita harus sadari satu hal.
Orang jahat akan menang, kalau semua yang baik membalas dendam dengan cara yang sama jahatnya.
Jangan biarkan mereka menang.

Ini Idulfitri.

Ini hari kemenangan kita.

Mari menangkan.

Kalau ingin membantu, saya sedang menggalang dana untuk membangun kembali masjid ini. Anda bisa turut menyumbang atau setidaknya ikut bantu sebarkan info. Silakan klik ini 

PS: Teman teman di Papua sudah menyatakan sikap. Saatnya kita menghormati & mendengarkan mereka -> klik 

14 thoughts on “Mari Menangkan”

  1. Inih… baru bener. Sy kristen yg tumbuh d lingkungan muslim. Tau rasanya jd minoritas dan menikmati kebhinekaan. Jalan sama2 seru kok… jgn kepancing sm orng yg niat jahat n jangan mau jd bodoh dgn terhasut orng2 bodoh itu.

  2. Yang penting mah. Harus saling mengerti dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Dan jangan mlenca-mlence jadi orang. Good post bang pandji

  3. kemarin, saat umat muslim merayakan idul fitri, saya membaca status bbm teman ttg pembakaran mesjid di papua. Saya setuju dengan kak Pandji. Kenapa orang langsung terpengaruh dengan pemberitaan seperti itu. Bahkan tidak pikir dua kali untuk update di sosial medianya, padahal kemarin adalah saat yang seharusnya dirayakan dengan penuh sukacita 🙁

    Thanks kak untuk sharing di sini. Semoga makin banyak anak muda yang punya pemikiran kaya kak Pandji ya….

  4. Setuju sekali.

    Btw, kenapa ya rasanya agak kurang enak membacanya dari handphone? Dari segi tampilan, maksud saya. Seingat saya dulu pandji.com nyaman-nyaman sekali dibaca melalui smartphone.

  5. Mas pandji ini mmang brusaha sbijak mngkin.mulai dri pro-LGBT(mnyatakan adalah takdir\gen bawaan) dn smacam’a yg brharap agar perdamaian trjadi.justru sbnr’a ini mmunculkan “kebebasaan” ala barat.dulu prnh bca tulisan yg “mesake bangsaku” (klo g slah) dstu ditulis “mayoritas selalu songong”.nah trkait kjadian Tolikara,ini yg mayoritas syp?trus yg minoritas syp? Cba hrus brsikap seadil mngkin.jdi tulisan’a bsa slalu trbaca adil oleh khalayak.dgn ada’a pristiwa tolikara ini toh tdk serta merta mmbwt umat islam ngebantai non muslim dtmpt tnggal’a msing2 kok mas.krna Islam raja’a Toleransi kn & HAM kli ya? *tiw :). Tdk slalu kekerasan dbls dgn kehalusan.jika bgtu ada’a, Palestina mngkin sudah sluruh’a ditunggangi israel&barat 🙂 .jika mas pandji orang tua yg bijak psti suatu saat akan marah saat bua hati’a “dicolek”.dan lupa metode”kejahatan dibalas kehalusan” 🙂 wassalam!

  6. terimakasih atas ulasannya bang pandji
    aku sependapat dengan beberapa poin dari bang pandji, meski demikian tetap ada beberapa hal yang aku anggap kurang tepat, malah ada yang out of topic.

    aku ( pura-pura ))heran aja kenapa bang pandji lebih menyesalkan reaksi emosional yang timbul, perlu bang pandji ketahui, si teroris ini ,ehh ..sekelompok orang ini sudah tahu tentang reaksi yang akan timbul dari perbuatan ini ,akan ada yang cuek dan akan ada yang marah ,karena mereka tahu persis berbagai karakter dari umat islam di indonesia, jadi ini sifatnya sebab akibat, kalau gak mau di protes jangan merugikan orang lain, kalau gak mau ditliang polisi taati peraturan, seperti itu…
    sepanjang yang aku baca , tidak ada statement yang menyalahkan umat nasrani ,yang dituntut oleh umat islam indonesia hanyalah pengusutan dan penindakan terhadap pelaku dan dalang dari teror ini, artinya masalah ini tidak bisa selesai hanya dengan PERMINTAAN MAAF.
    mengenai mayoritas,minoritas dan permasalahan yang menyertainya, aku rasa bang pandji lupa kalau peristiwa ini terjadi di papua yang notabene umat muslim adalah minoritas , jadi meski mayoritas secara nasional tetap aja muslim di papua adalah MINORITAS,

  7. Sepakat.
    Gw pernah 3 taon tinggal di sorong papua.
    Ini tingkah laku orang jahat, ga usah diliat ras agama jubahnya apapun juga. Penjahat yah penjahat!!!

  8. Maaf bang baru baca postingan dan pas mau ikut donasi ternyata udah selese.
    Tapi aku salut sama pemikiran bang pandji.
    Keren pake banget.
    Tetap jadi guru terselubung ya bang 🙂

  9. Nice post..like your point of view as always.
    Buat sebagian orang di Indonesia ini logika dan cara berpikir yang lu tulis gini memang belum bisa diterima dengan baik.
    Responsif dan sensitif tentang sesuatu hal memang ciri khas orang Indonesia sih. Belum tau banyak tentang berita ini tapi udah ‘panas’ dan ‘provoktif negatif’. Gw masih tetap percaya kalo Indonesia itu bisa jauh lebih baik dari ini. Toleransi masih jadi kok di sekitar kita.
    Keep rocks dji!

  10. i hate to say this but..people like panjdi seharusnya menjadi salah satu mentri kabinet..entah itu mentri pemuda olahraga atau apa pun lah..you are really inspiring to others..please take that as a complement..

  11. Mas Pandji, gw setuju banget, harus tetap bisa dengan kepala dingin, jangan langsung tersulut emosi, dan yang pasti dan sangat berbahaya jika kita langsung mengenalisir, ditambah dengan hasrat balas dendam, kemudian di bungkus dengan kefanatikan buta, udah deh pasti berabe….

Comments are closed.