Memandikan

Mungkin anda pernah lihat foto ini.

Atau bahkan sering, melihat foto ini dan semacamnya bersirkulasi di twitter atau facebook feed anda belakangan ini.

Meresahkan memang.

Saya juga sebal melihatnya.

Menteri Agama RI, Pak Lukman Saifuddin sempat ngetweet bahwa info di atas adalah hoax, tapi pasca keterangan beliau, foto bahkan video serupa malah makin banyak. Maka beliau bikin pernyataan agar Masjid tidak jadi tempat yang justru memicu terjadinya konflik

Saya sering ditanya pendapat mengenai kejadian ini dan sering kali mau saya bahas di twitter. Tapi saya sadar, 140 karakter tidak akan cukup. Sejumlah tweet-pun tidak akan mampu. Saya harus menulisnya di blog. Dengan satu tujuan.

Meningkatkan traffic blog.

GAHAHAHAHA.

Nggak deng.

Tulisan panjang seperti ini memang lebih tepat supaya orang membacanya tidak terpotong potong berhubung ini adalah kondisi yang menurut saya rumit.

Mari kita mulai dari pertanyaan yang ada di benak semua orang:

Apakah ini ada kaitannya dengan pilkada?

Satu pihak ada yang bilang bahwa kekesalan mereka kepada Pak Basuki tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Kalaupun tidak ada Pilkada tapi ujaran beliau waktu itu terucap maka mereka akan sama kesalnya. Sebagai argumen pendukung, mereka akan mengatakan bahwa sejumlah aksi terhadap Pak Basuki bahkan tidak terjadi di Jakarta. Saya pernah tulis bahwa saya tidak merasa beliau menistakan agama namun ucapan beliau tetap merupakan kesalahan dan karenanya saya memahami kalau ada yang marah.

Di pihak lain, rasanya naif juga kalau tidak terpikir bahwa kejadian Al Maidah kemudian dimanfaatkan untuk keuntungan politik. Melihat turunnya elektabilitas beliau, sulit memungkiri Mas Agus dan Mas Anies tidak diuntungkan dengan itu di putaran pertama kemarin. Dengan munculnya spanduk spanduk tersebut menjelang putaran ke 2, maka aman untuk berasumsi spanduk tersebut diniatkan untuk mengancam atau setidaknya membuat gentar umat muslim yang mempertimbangkan memilih Pak Basuki.

Para pendukung spanduk tersebut berargumen tindakan ini didukung ayat suci (At-Taubah : 84), MUI sudah rilis pernyataan bahwa seluruh jenazah wajib dimandikan karena toh yang menentukan siapa kafir dan munafik hanya Allah SWT. Dan sejujurnya, spanduk yang membentang di mana mana ini juga dimanfaatkan kubu seberang untuk memberatkan kampanye Anies-Sandi.

Istilahnya: Guilty by associaton.

Perdebatan ini tidak ada ujungnya. Pendukung Pak Basuki jadikan spanduk ini untuk mengajak orang tidak memilih Anies-Sandi. Pendukung Mas Anies jadikan spanduk ini untuk mengajak orang tidak memilih Basuki-Djarot. Pihak resmi dari kedua kubu sama sama tidak bisa menahan pendukung masing masing untuk tidak melakukan itu. Karena dalam diamnya, mereka berdua tahu mereka sama sama diuntungkan. Agak aneh memang, tapi benar adanya.

Pertanyaannya kemudian, lalu kita musti bagaimana?

Menurut saya, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh orang yang hidup dengan kebebasan berpendapat, adalah tahu mana pendapat yang tidak perlu didengar.

Kita bisa tetap jadikan ini sebagai pertarungan gagasan, kalau kita memilih untuk memfokuskan perhatian kita hanya pada pertarungan gagasan.

Karena semua orang boleh bicara apapun. Semua orang boleh berpendapat apapun. Dan kita yang harus bijak bijak dalam memutuskan siapa yang layak dapat perhatian kita serta siapa yang tidak.

Karena toh, ketika ada yang meninggal siapa yang tahu waktu itu dia nyoblos siapa? Mau cek timeline twitternya? Kalaupun tahu, ya tinggal pindah ke yang mau saja. Saya yakin masih banyak di Indonesia yang mau kok. Kalau anda google picture, anda akan sadari bahwa foto masjid yang memasang spanduk tersebut ternyata itu itu saja. Menurut laporan sejumlah media memang hanya 3 masjid yang memasang. Bayangkan ada berapa banyak Masjid di Jakarta saja yang tidak memasang spanduk tersebut.

Apakah intoleransi bukan masalah? Tentu masalah. Tapi bukanlah masalah yang bisa kita selesaikan dalam waktu dekat. Siapapun yang kelak menjabat akan bertemu masalah yang sama. Tinggal anda yang harus memilih siapa yang anda percaya memahami masalah intoleransi dengan mendalam, dan mampu menyelesaikannya. Mampu membuka dialog, menyelesaikan tanpa melahirkan masalah baru dan menjembatani segala keragaman warna warni Jakarta.

Lagi pula, dalam temuan lembaga survey Indikator Politik ditemukan bahwa jumlah pemilih putaran pertama yang memilih karena agama hanya 7% dan sisanya memilih berdasarkan kelayakan, kejujuran, program kerja, dan performa ketika debat. Menurut laporan SMRC pemilih pemula lebih suka Anies-Sandi, berapa besar kemungkinan mereka suka Anies-Sandi karena sentimen agama? Rasanya kecil. Sentimen agama bukanlah alasan utama pemilih pemula menjatuhkan pilihan.

Mereka memilih karena KJP+ yang akan memberikan pendidikan berkualitas dan tuntas, OKOCE yang akan bantu anda untuk menumbuh kembangkan bisnis yang sedang anda bangun dan dengan itu juga membuka begitu banyak peluang kerja, OKOTRIP yang akan memberikan anda single trip fare sebesar Rp 5000,- saja sudah termasuk naik angkot pindah Trans Jakarta dan pindah lagi angkot. Satu trip, 5000 saja. Dan kemungkinan pemilih tertarik karena DP 0%.

Kemarin kemarin pendukung seberang senang mengkritisi program DP 0% kan? Ya udah mending diskusinya dikembalikan ke sini aja. Benarkah program ini melanggar aturan? Di mana memang lahan yang mau dipakai? Memang masih ada tanah kosong di Jakarta? Siapa yang dapat menikmati program ini? Seperti apa bentuk rumahnya? Seperti apa hitung hitungannya?

Bukankah ini yang membuat anda penasaran?

Bukankah ini yang seharusnya kita diskusikan? Daripada memikirkan ketika meninggal nanti mandiin jenazahnya di mana? Tidakkah anda juga sebenarnya bermimpi ingin memiliki rumah? Tidakkah anda merasa bahwa seharusnya pemerintah membantu anda untuk memiliki tempat tinggal sendiri dan tidak hanya menyewa?

Kalau anda penasaran dengan semua jawaban dari pertanyaan di atas, saya undang untuk masuk ke sini dan baca baik baik.

Untuk yang mendukung Pak Basuki dan Pak Djarot juga boleh kok. Saya tahu kalau anda kesampingkan siapa yang anda akan pilih, anda juga ingin tahu apakah anda masuk dalam syarat syarat yang bisa mendapatkan program DP 0%.

Memiliki rumah, adalah impian.

Cari tahu apakah untuk anda, ini impian yang punya peluang untuk jadi kenyataan. Kalau mau, ini yang kita perdebatkan. Bukan siapa kelak ketika waktunya anda tiba, akan memandikan.

 

14 thoughts on “Memandikan”

  1. “Tinggal cari mesjid lain yang mau memandikan”.

    Saya yakin Mas Pandji, sebagai muslim, tau apa pentingnya tetangga bagi kita. Tetangga dulu, baru keluarga. Karena itulah, sebagai muslim, apabila katakanlah kita masak makanan nih ya, diminta untuk bagi ke tetangga dulu. Ga boleh makan saat tetangga lapar. Kira2 begitu deh. Saya juga yakin Mas Pandji bisa membayangkan kira2 apa rasanya bagi keluarga (karena kita yang sudah meninggal toh udah ga berdaya) apabila jenazah ditolak di mesjid tempat kita tinggal, dan terpaksa ke kampung sebelah untuk meminta dimandikan dan dishalatkan. Kuatkah keluarga kita melakukan hal tersebut? Apa rasanya kira2?

    Dan masalahnya memang bukan “kita ga usah dengerin yang ga perlu”, anda dan saya mungkin bisa begitu. “Ya udah aje cari mesjid lain yang mau”. Namun, apakah semua orang punya keberanian dan keinginan seperti itu? Kita semua inginnya meninggal dunia dalam keadaan tenang, diterima, baik oleh bumi maupun langit.

    Karena itu, bagi saya, ini adalah sebuah bentuk teror.

    Mas Pandji, saya tinggal di Aceh, pilkada Jakarta tidak ada hubungannya dengan saya. Namun, saya tinggal di daerah yang selama 2 kali periode pilkada, masyarakatnya diteror terkait pilihan politiknya. Di ibu kota provinsi, seperti Banda Aceh, ini ga terlalu laku. Namun di kabupaten? Ceritanya beda. Rasanya bagaimana tinggal di daerah seperti ini? Rasanya tidak mendapatkan keadilan.

    Awal mula saya mulai membaca tulisan Anda, adalah saat Anda menjadi salah seorang inisiator #KamiTidakTakut . Jadi saya rasa, Mas Pandji, above everyone else, paham betul bagaimana mengerikannya dampak teror dan mengapa kita harus tidak takut dan melawannya.

    Namun berbeda dengan teror2 lainnya, teror berkedok agama ini susah melawannya. Orang ga berani. Khawatir terkeluarkan dari komunitas agama adalah bentuk ketakutan besar bagi banyak orang. Keluarga dan tetangga adalah komunitas terdekat. Apalagi bagi muslim, tetangga punya peranan besar. Tetangga dahulu baru keluarga konon. Jadi bayangkan, siapa yang berani lawan terang2an? Sebagian akan iyakan namun tetap milih Ahok apabila memang dia ingin pilih (toh ga ada yang tau), sebagian lainnya? They would never even consider untuk milih Ahok, ga akan lagi lihat programnya apa, tidak berani ambil resiko apabila meninggal kelak, jenazahnya mesti ke kampung sebelah.

    Apakah ini adil?
    Lalu sikap kita melihat ketidakadilan bagaimana? “Ya udahlah cuekin aja”?

    Namun di atas semua itu, yang menjadi concern saya adalah, saya menunggu Pak Anies Baswedan melakukan sesuatu. Saya percaya beliau bukanlah orang yang berkapasitas melakukan hal rendah seperti nyuruh orang ga mandikan jenazah apabila milih lawan politiknya. Bentuk teror seperti ini adalah ancaman bagi kehidupan bermasyarakat. Ini adalah masa kegelapan. Dan sebagai orang yang kerap mengatakan, “Nyalakan lilinnya daripada mengutuk kegelapan”, saya selama ini menunggu beliau menyalakan lilinnya. Karena beliau punya kapasitas untuk melakukan sesuatu. Beliau sedang pegang lilin sekarang.

    Namun sejauh yang saya tau, beliau tidak bahkan nyari korek sekarang.

  2. kalau reklamasi tdk setuju, maka solusi ekstrim stop pembangunan gedung kantor mal superblok properti mewah di jakarta seperti pa jokowi stop pembangunan mal hotel waktu di solo, pembangunan fasos fasum sperti RS sekolah taman kota stasiun mrt manfaatkan bangunan bekas… geser pembangunan ke bodetabek karawang dan kota2 lain di indonesia agar perekonomian merata tidak numpuk saja di jakarta, dan itu juga urusan pak jokowi dan pemerintahan pusat. pembangunan di daratan jakarta hanya membuat lahan trbuka hijau semakin berkurang

  3. Jujur aja dp 0 rupiah itu cuman gimmick ndji. Liat aja ilustrasinya buat yg berpenghasilan sampai dengan 7jt/bulan. Ini program bukan buat yg berpenghasilan rendah. Tp kelas menengah. Harusnya target penyedia hunian di jkt adalah kelas bawah. Dimana mereka hampir tidak mungkin “tinggal” di tempat yg layak. Fokusnya itu bisa tinggal di tempat yg layak. Apabila tidak mampu nyicil beli properti (baik rusun atau rumah) ya disediakan dengan sistem sewa. Bila kurang mampu juga ya subsidi sewanya. Jgn iming2 dp 0 rupiah. Karena dr penjelasan di Web itu jelas program ini bukan buat orang miskin

  4. Apakah kesimpulannya seperti ini ?
    An : Ayo kita adu gagasan
    Ah : Ok, itu spanduk SARA nya dicopot dong
    An : Tenang, spanduknya menguntungkan lu juga kok
    Ah : Ya, dicopot dulu baru adu gagasan
    An : Itu udah sesuai ajaran kitab sucinya
    Ah : Wah gak toleran nih
    An : Tenang, intoleransi bukan masalah yg bisa diselesaikan dalam waktu dekat
    Ah : Gimana bisa selesai kalo lu yg bikin masalahnya
    An : Tenang, yg milih karena agama Cuma 7 % kok
    Ah : Jadi apa gagasannya ?
    An : Naik jadi 20 %

  5. Tulisan Pandji ini pada akhirnya menggeser makna negatif dari spanduk-spanduk tsb dg mengajak utk menganggap sbg hal kecil. Tidak ada kalimat yg tegas dari Pandji bhw spanduk itu salah, selain kata sebal Pandji.

    Lucunya, Pandji menembakan peluru kesalahan kepada pendukung Ahok sbg pihak yg mengambil keuntungan dr spanduk tsb.

    Ndji…lu tuh ibaratnya ada orang yg kemalingan mobilnya, trus diberitakan di Koran. Lalu dg gampangnya lu bilang bhw orang itu beruntung bisa masuk koran krn kemalingan.

    Lu tidak peduli bhw adanya spanduk tsb telah menyakitkan hati orang-orang Islam yg mendukung Ahok, krn telah dicap murtad, munafik dan kafir. Sesuatu yg scr akidah lbh menyakitkan ketimbang Ahok jadi gubernur.

    Ahoj jadi gubernur hanya akan berusia 5 tahun, tp cap murtad, munafik dan kafir itu akan melekat seumur hidup, bahkan turun ke anak cucu.

    Dan itu sudah lu abaikan! Luar biasa Ndji…hanya krn lu mendukung Anies…ckckckc

  6. Kalau saya nangkepnya sih gak gitu,saya berusahan netral. Maksudnya mas pandji sih hal kayak gini gak usah digedein,kan udah jelas si pandji ngomongnya kalau keduanya sama2 diuntungkan. Sama2 punya alat untuk membuat masyarakat memilih salah satu paslon.
    Jadi mending yang bisa mikir adu gagasan aja,gak usah mikirin hal kecil yang itu hanya segelintir orang membuat. Kalau gak mau mandiin kan banyak tempat lain yang mau,kalau orang2 yang berusaha memecah belah di anggep trus lama2 ngelunjak dan jadi gede.diemin aja tar juga lama2 ilang sendiri, hanya Allah yang berhak ngomong lo kafir apa kagak. Jadi sekali lagi gak usah dipikirin dan diperdebatkan karena memang itu hal yang gak penting, mendingan kan tetep aja adu gagasan dan pendapat dari masing2 program paslon…

    1. Justru hal kecil yang jika tidak dilawan dari sekarang maka akan membesar. Itulah yang terjadi dengan berbagai tindak teror di berbagai belahan dunia. Semua dimulai dari hal terkecil, seperti indoktrinasi agama yang melewati batas di pesantren-pesantren pada suatu desa keccil yang bernama Ngruki.

  7. Udah ngaco banget ya

    – Spanduk2 tersebut dianggap hal kecil
    – Pemilih katanya bukan berdasarkan agama
    – Ditutup dengan okeoce dan rumah dp 0% lagi

    Yakin suara dari hati nih om pandji?

    Karena bisa dianggap hal-hal kecil jadi lu dan bos lu cuma mingkem sambil mendulang suara?

    Kalo gua jd lu hati dan pikiran gua ga akan tenang, cih bahkan bisa sekubu dengan fpi

  8. Kang panji…masalah ini kan efek samping ketika agama dipolitisasi…dijadikan bahan untuk merontokkan elektabilitas…kalo memang hanya ngajak adu gagasan ya jgn sambil berselancar diatas ombak masalah al maidah yg dibiarkan membesar mjd tdk sekedar muslim n non Muslim tp muslim kafir n gak kafir (keyakinan sy sih ini urusan Alloh)…tapi yg jelas saya sedih bgt cuma untuk mencegah seorang ahok berkuasa lagi atau mkn saking nafsunya jd penguasa jakarta sampai perlu sedemikian daya upaya hingga efek samping dr isu yg katanya penistaan agama terpolarisasi dlm dukung mendukung cagub menimbulkan riak sesama muslim harus saling mengkafirkan sampai tetangganya mati aja gak mau memandikan n mensholatkan alasannya gara2 dukung ahok DIBIARKAN SAJA N DIANGGAP SEPELE…haaadeeeeehhhh…sama2 muslim lhooo bro…trus yg bikin sedih, emosi n patah hati…kok mas panji jg nganggap itu bukan masalah besar…coba istri or ibu anda meninggal trus tetangga gak mau mandiin n sholatin jenazah gara2 anda mendukung legalitas ganja….mikir tho mas…sampeyan kan orang pinter kata sampeyan n orang…sering manggung ke luar negeri…kok mikirnya cetek…isu agama dipakai itung2an…”anis diuntungin krn al maidah n ahok jg diuntungin spanduk masjid”…cetek bgt mas…asli malu kl gw jd temen or sodara sampeyan..

  9. “Daripada memikirkan ketika meninggal nanti mandiin jenazahnya di mana? Tidakkah anda juga sebenarnya bermimpi ingin memiliki rumah?”

    duniawi sekali, hehehe

Comments are closed.