Walau setiap kota tentu menyisakan pengalaman tersendiri, tapi Berlin memberi ingatan yang berbeda.
Ada geliat yang beda dari Berlin dibandingkan dengan kota kota lain. Berlin seperti masih sedang ingin memberikan pembuktian, ingin segera beranjak maju. Baik kotanya maupun warganya.
Semenjak bergabungnya Jerman Barat & Timur ternyata penyesuaian belum usai. Bahkan hampir setiap destinasi liburan Berlin selalu terkait masa lalu yang gelap.
Berwisata ke sisa tembok Berlin, ke gerbang yang dulu memisahkan Jerman Barat & Timur, Holocaust Memorial, Gereja indah peninggalan perang dunia ke 2 yang dari luar terlihat rusak karena serangan roket sekutu. Tapi di dalam masih tersisa keindahan arsitektural yang luar biasa.
Seakan akan kemanapun kita pergi, Berlin berusaha mengatakan “Kami sadar kami salah & kami akan terus ingatkan diri kami agar tak lagi seperti dulu”
Cukup suram.
Di sisi lain, Berlin sebenarnya kalau dibandingkan dengan Indonesia adalah seperti Bandung. Kota kreatif yang diisi oleh anak anak muda. Banyak indiepreneur di kota ini. Musisi, seniman rupa, desain, DIY business enterprise. Semangat ini terpancar hingga ke pelajar Indonesia yang tinggal di Berlin.
Bahkan, sejauh ini baru kota Berlin yang bikin semacam workshop meminta saya untuk berbagi terkait e-book saya yg berjudul “Indiepreneur”. Sejumlah pelajar Indonesia berkumpul dalam sebuah creative space yg dimiliki secara kolektif oleh beberapa orang termasuk pelajar Indonesia yang tergabung dalam semacam creative hub bernama “Initiative”
Urusan makanan sebenarnya Jerman masih kalah impresif dibanding Indonesia. Kecuali sekali waktu saya makan di sebuah restoran yang menyuguhkan makanan luar biasa nikmat.
Pertunjukannya sendiri?
Tak mungkin saya lupakan. Di tengah dinginnya 4 derajat celcius kota Berlin, berdiri sebuah bangunan peninggalan perang dunia milik pemerintah yang kini dikelola swasta.
Di bawah, underground, adalah sebuah ruangan menyerupai bunker yang temboknya berupa bata expose putih. So much character & grit. So Berlin.
Penontonnya datang dari berbagai kota, tidak hanya Berlin. Ada dari Hannover, Frankfurt, Munchen, Damstaat, dll.
Dan untuk menambah kesan Mesakke Bangsaku Berlin, hanya Berlin sejauh ini yang diakhir pertunjukan ada after party hingga jam 2 pagi.
Hati saya selalu menyisakan ruang untuk Berlin. Bukan kota yang mungkin seelok Madrid, Milan atau Paris.
But i admire Berlin’s character.
I admire the hustle.
Saya kira L’Arc de Triomphe 😀