Boah Sartika, perempuan yang usianya belum 20 tahun ini baru saja meraih sebuah prestasi.
Di Stand-Up Comedy Indonesia Kompas TV dia sudah berjalan lebih jauh dari peserta perempuan manapun sejak pertama kali kompetisi ini berdiri. Boah berhasil masuk 6 besar. Sri Rahayu dari SUCI 4, tadinya memegang rekor dengan masuk 7 besar. Di season yang sama ada Gita Bebhita namun Gita keluar lebih dini dari Sri. SUCI 5 tidak ada finalis perempuan. SUCI 6 ada Vyna tapi dia tidak jalan sejauh Sri.
Baru Boah yang berhasil.
Di Stand-Up Comedy Academy Indosiar, prestasi lain diraih komika komika perempuan. SUCA 2 melahirkan 2 bintang: Arafah yang jadi juara 3 dan Aci Resti yang jadi juara 1. Aci telah menjelma jadi komika luar biasa seperti yang banyak bisa tonton di pertunjukan 1/2 Jalan milik Ernest Prakasa di mana Aci tampil sebagai pembuka. Arafah memiliki ketenaran yang mungkin tidak pernah dia bayangkan dengan jumlah followers Instagram dan Twitter yang membludak, serta kontrak Brand Ambassador-nya dengan sebuah brand busana Muslim. SUCA 2 sebenarnya juga masih ada 1 nama perempuan lagi, Istiqomah alias Kokom.
SUCA 1 juga melahirkan bintang bernama Musdalifah yang dicintai karena kepolosannya dan logat Pinrang, Sulawesi-nya yang kental.
Menariknya, pada tahun yang sama, pertunjukan Stand-Up Comedy “Perempuan BerHak” kembali hadir setelah beberapa tahun hiatus. Pertunjukan ini sukses dalam banyak sekali hal. Performance seluruh perempuan di pertunjukan ini luar biasa, penjualan tiket mereka membanggakan, dan brand Bank Mandiri mempercayai mereka dan menjadi sponsor.
Namun ironisnya, tidak ada satupun nama nama perempuan yang saya sebut sebelumnya di atas yang menonton.
Bahkan, tidak ada satupun komika perempuan yang menonton.
Ini adalah hal pertama yang saya sadari setelah saya mengagumi hebatnya penampilan semua komika.
Karena setelah kekaguman itu reda, di kepala saya “Sayang amat mereka ga ditonton sama komika komika perempuan lain..”
Ketidak hadiran mereka membuat saya berpikir banyak.Tidak mau atau tidak bisa datang? Diundang datang atau tidak?
Karena Perempuan BerHak, bukanlah pertunjukan stand-up comedy perempuan yang hebat. Perempuan BerHak adalah pertunjukan Stand-Up Comedy yang hebat. Titik. Tidak perlu dimuat “Perempuan”. Saya cukup yakin ada banyak pertunjukan Stand-Up Comedy di Indonesia tahun ini yang tidak sematang, seberani, selucu mereka.
Di luar Gamila yang bernyanyi, Perempuan BerHak diisi oleh 5 komika, 3 di antaranya datang dari SUCI. Sakdiyah SUCI 1, Jessica Farolan SUCI 2, Alison Bulebdg SUCI 3. Seluruh komika perempuan setelah angkatan ini tidak ada yang hadir. Bahkan Yuli dan Chandra yang seangkatan dengan Jessot dan Alison pun tidak kelihatan di antara penonton.
Selain mereka bertiga ada Fathia dan Ligwina Hananto.
Mereka berlima, layak disebut sebagai komika komika papan atas.
Sakdiyah hadir dengan sudut pandang dan topik yang tidak tertandingi. Pace-nya mungkin tidak selalu disukai banyak orang, tapi seluruh punchline yang Sakdiyah lempar kena dan semuanya memiliki bobot yang mengagumkan.
Jessot selalu berhasil mengejutkan penonton. Keberaniannya untuk mendobrak apa yang dianggap lingkungan sosial layak dan tidak layak dibahas oleh perempuan sungguh inspiratif. Dan kendatipun dia kembali membahas bit mengenai “Memek” (Merengek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia – red) tapi bit bitnya setelah itu justru yang mengagumkan dalam penulisan. This should be her legacy.
Fathia bisa jadi merupakan komika perempuan yang paling disukai banyak penonton. Tidak seperti Jessot yang berani dan Sakdiyah yang datang dengan misi, Fathia jadi penyambung lidah kebanyakan perempuan di ruangan. Apa yang Fathia bahas dari sisi keperempuanan dan relationship saya yakini membuat banyak perempuan menganggap Fathia sebagai pahlawannya.
Alison adalah komika favorit saya malam itu. Berani, lucu, itu sudah jadi kewajiban menjadi komika, tapi sudut pandang dan intelektualitas Alison malam itu… Unbelievable. Siapapun komika yang menonton Alison malam itu akan terhenyak dan kaget. Betapa mengagumkan bit bit yang dia bawakan.
Tapi superstar malam itu, bukanlah komika komika tadi. Saya tidak tahu ini hal baik atau tidak, tapi komika terbaik malam itu justru merupakan orang yang paling baru masuk ke dunia ini: Ligwina Hananto.
She had this swagger of a rockstar. Yang lain ada yang terlihat sedikit ragu, ada yang terlihat sedikit goyang. Wina dari masuk sampai keluar memegang penonton dalam genggamannya, bahkan dengan kondisi hijabnya sempat lepas ketika dia mau masuk panggung. Seluruh bitnya kena. Seluruh POV-nya diamini penonton. Bahkan bit favorit saya malam itu adalah bit Cinderella milik Wina. Ditulis dengan insightful, bit ini kalau kita cermati kata per kata, kalimat per kalimat, bisa jadi bahan pembelajaran baik untuk siapapun yang mau belajar penulisan komedi. Ditambah pemahaman politiknya, Wina memberi warna yang terang pada Perempuan BerHak.
Perempuan BerHak adalah pertunjukan stand-up comedy yang sangat bagus dan terutama untuk komika perempuan Indonesia, menjadi sangat penting.
Karena jangkauan komika komika perempuan Indonesia kini sama rentangnya dengan yang laki. Dari yang membahas sospol seperti Sammy Notaslimboy, ke komika yang membahas keresahan seperti Acho, hingga yang absurd seperti Coki Anwar, juga ada di jajaran nama nama komika perempuan. Dari Wina dan Sakdiyah, ke Aci dan Jessot, hingga Boah dan Arafah, komika perempuan Indonesia memiliki ragam warna.
Kesemuanya butuh ruang untuk tumbuh dan pertumbuhan butuh inspirasi untuk jadi pemacu.
Kalau Perempuan BerHak terus melaju dengan konsisten. Mungkin tur, mungkin rutin tiap tahun, dia akan jadi motor untuk lahirnya lebih banyak komika perempuan berkualitas.
Ada amin ?