Susah Tapi Pasti Bisa (part 15)

Seperti yang saya pernah ungkapkan di tulisan sebelumnya, fokus kami yang jadi pelaku stand up comedy adalah mulai menjadikan ini sebagai sebuah profesi

Karena ketika kita bisa hidup dari apa yang kita cintai, itulah surga duniawi

Saya dan beberapa teman teman sudah mulai menerima gig (stand up yg dibayar) dari banyak acara acara off air

Alhamdulillah, tapi ada beberapa poin yang harus jadi perhatian

Ketika sebuah gig masuk ke kami, biasanya karena diminta oleh kliennya lalu mereka minta kpd EO supaya ada stand up comedy

Atau, EOnya yang tahu, lalu menawarkan stand up comedy pada kliennya

Nah karena hal hal seperti ini, banyak sekali comic yang jadi korbannya.. (Ciyeh, kayak perang ada korban)

Korban apa?

Korban kekurang pahaman penyelenggara acara terhadap stand up comedy, yang menjadikan stand up comedy merugi

Ada beberapa kondisi yang merugikan utk stand up comedy:

1) Stand Up Comedy dilakukan outdoor.
Saya masih sering dapat tawaran untuk stand up di acara outdoor, lapangan terbuka, taman, dll.
Saya tahu argumen mereka akan keberatan saya kalau saya harus stand up di lapangan terbuka “Ah, alasan aja” atau “Manja banget, banyak orang yg biasa ngelawak di udara terbuka”

Jawaban saya selalu sama: Bahwa tidak anda temukan satupun referensi stand up comedy dilakukan di ruangan terbuka. Buka buku apapun, liat video youtube siapapun dan anda tidak akan menemukan stand up comedy dilakukan di udara terbuka

Mengapa begitu? Karena memang stand up comedy adalah genre komedi yg tepat disuguhkan dengan cara seperti itu.

Menyuguhkan stand up di outdoor, ibaratnya disuru makan mushroom soup lalu disuguhkan dengan sumpit.

Bisa, tapi pasti susah (hehehehehe)

Sekedar argumen, memang banyak lawak disuguhkan di ruangan terbuka, tapi itu lawak grup di mana mereka banyak menggunakan gesture2 besar sebagai andalan (slapstick) sehingga ucapan tidak perlu jelas dan dari jarak jauh penonton bisa melihat gerak gerik pelawak dan mereka bisa saling mengandalkan anggota grup lawak yg lain dalam memanaskan suasana.

Nah ini sendirian dengan lawakan yang mengandalkan kekuatan verbal

Kecuali comicnya sudah punya kematangan jam terbang dan kemampuan public speaking yg kelas tinggi, lokasi outdoor akan menyulitkan bagi comic.

Susah utk mendengar tawa mereka karena tidak “terkurung”. Susah dapat fokus mereka karena kalau outdoor penonton (terutama yg dibelakang) akan cenderung ngobrol sendiri.

Kasian comicnya, sementara kebanyakan comic di Indonesia ini masih baru sebagai pelaku di stand up comedy.

2) Stand Up Comedy disuguhkan ketika makan malam
Mengapa ini dihindari, karena sepanjang pengalaman. Penonton akan lebih fokus kepada makanan daripada comic. Kedua, agak susah untuk ketawa dgn mulut penuh dan mengunyah makanan
Stand Up Comedy bukanlah suguhan semacam musik yg bisa dipakai untuk menemani hidangan makan malam. Orang dengerin musik bisa menikmati dgn menggoyangkan tubuh / minimalnya kepala. Stand Up Comedy membuat orang harus tertawa. Saya kuatir comic yang membuat orang tertawa ketika mulut penuh akan ditangkap atas tuduhan usaha pembunuhan -_-*

3) Stand Up Comedy bukan sebagai suguhan utama dalam urutan acara

Nah saya akui ini susah.
Susah untuk dihindari karena bahkan di seluruh duniapun ini yang terjadi.

Biasanya kalau stand up jadi sempilan acara, penonton tidak terkondisikan untuk siap nonton stand up. Perlu diingat, nonton stand up comedy harus ada kesiapan otak karena dia akan mencerna sesuatu yang verbal. Kalimat2 bersayap, ber-layer.

Tapi ini memang resiko yang harus dihadapi comics, dalam hidupnya akan sering dapat pekerjaan di mana stand up disempilkan sebagai bagian dari acara.

Dalam beberapa kali kesempatan, memang gig stand up saya yang sukses adalah ketika saya dapat gig di mana sepanjang acara adalah untuk nonton stand up saya dan comic2 muda bisa stand up di depan saya dan bisa berbagi pengalaman dgn saya.
Juga ketika saya dapat gig di mana saya dipasangkan sebagai suguhan utama di ujung acara. Penonton yang datang memang hadir utk nonton saya.

Stand Up Comedy needs to be handled with care
Especially in Indonesia where its new and rising

inilah alasan mengapa saya berani untuk menolak tawaran kerja stand up comedy.
Karena saya sadar tanggung jawab saya tinggi kepada EO ataupun klien yang punya acara. Mereka sudah bayar saya mahal untuk stand up, saya mau berikan performa terbaik, nah performa terbaik susah untuk saya berikan dalam kondisi yang menyulitkan saya bekerja.

Saya pernah stand up, ketika makan malam disuguhkan di ruangan sebelah. Walhasil yg nonton sepi dan kesan yang ditangkap adalah saya gagal dalam menghibur.
Okay 50% saya terima sebagai kesalahan saya, tapi maukah penyelenggara acara menerima bahwa 50% sisanya adalah karena penyelenggara tidak menyuguhkan stand up dengan baik dan benar? Rasanya tidak, jadi sebaiknya saya menolak ketika ditawarkan kerja dlm kondisi yang serupa.

Ketika saya ditawarkan untuk stand up di lapangan terbuka, saya berani saja dan pede. Tapi saya sadar, kalau saya terus2an mengambil job stand up outdoor, saya kuatir teman teman comic lain akan kelak dapat job stand up outdoor juga (karena EO dan klien dibiasakan oleh saya) sementara mereka mungkin belum siap utk itu. Akhirnya mereka dianggap garing padahal memang kondisinya tidak cocok untuk stand up.

Seperti menyuguhkan teh panas jam 12 siang di lapangan terbuka dengan matahari terik

Seperti menyuguhkan steak kepada para manula

Bisa, tapi susah hehehe

Di sisi lain, kepada comic muda yang membaca ini, saya sarankan untuk terus mengasah mental dan kemampuan

Jangan manjakan diri kita dengan banyak beralasan.

Biar bagaimanapun, ketika kita sudah tanda tangan kontrak kerja, maka dalam kondisi apapun kita harus siap memberikan yang terbaik.

Misalnya, jangan komplen “penonton belum panas” ketika dipasang pertama, karena tanggung jawab diri kita sendiri adalah untuk menghangatkan mereka.

Sebagai comic, hanya diri kita sendiri di atas panggung yang bisa “menyelamatkan” performa kita

Lengkapi diri dgn kemampuan kemampuan yang lengkap.
Tambah jam terbang.
Miliki keberanian untuk membuka diri terhadap resiko kegagalan

Agar bisa segera jadi comic yang matang.

Susah, tapi pasti bisa 🙂