“Stand Up Comedy Indonesia” acara KompasTV yg jadi alasan mengapa Stand Up Comedy bisa meledak seperti hari ini akhirnya menemukan juaranya
Ryan Adriandhy.
Peserta termuda di antara lainnya, yang akhirnya berdiri di puncak pencarian comic terbaik Indonesia.
Saya pribadi, tidak pernah suka perlombaan ketika berkaitan dgn kesenian.
Tidak pernah suka anggapan bahwa 1 orang lebih baik keseniannya daripada orang lain.
Seni itu relatif. Tergantung persepsi masing masing penikmatnya
Siapa bilang The Beatles lagunya terbaik? Kata siapa? Tolok ukurnya apa?
Menurut penggemar Jay Z, yg terbaik adalah lagu lagunya Jay Z.
Siapa yg benar?
Dua duanya.
Yg salah adalah orang yg memperdebatkannya.
Ryan dan Akbar berdiri berdua di Grand Final Stand Up Comedy Indonesia
Walau saya dgn segala hormat mengakui kehebatan mereka, tapi mereka bukan lantas akan lebih sukses daripada peserta yang lain seperti misalnya MoSidik dan Ernest, dll..
Gini deh, ke mana coba si Veri yg juara pertama AFI ?
Apakah jadi jaminan juara kompetisi akan jadi juara kompetisi kehidupan?
Nah, bahwa hidup adalah kompetisi, gue setuju dan Ryan menjuarai kompetisi ini adalah bagian dari babak tertentu dlm kompetisi hidup.
Dia masih harus berkompetisi di medan yang berbeda lagi
Ryan dan Akbar, sama sama punya kekuatan masing masing dan punya gaya yg berbeda
Seru memang menonton Grand Final.
Seperti melihat 2 petinju hebat dgn gaya bertinju yang berbeda
Putaran pertama, Ryan kuat luarbiasa. Impersonationnya akan Akbar mendapatkan standing ovation dari penonton
Putaran kedua, sepertinya imbang. Tidak ada yang lebih menonjol
Putaran ketiga, Akbar luar biasa lucu. Di sini, ia mendapatkan standing ovation.
Selintas, nampak seri. Tapi di benak saya, Ryan unggul sedikit. Karena di putaran ke 3, salah satu tolok ukur kesuksesannya adalah memuatkan teknis stand up seperti: Call back, one liner, act out,
rule of three, dgn kualitas set up – punchline yg prima.
Di sinilah, Akbar agak kendor.
Sebenarnya, tidak jaminan bahwa paham dan mampu semua teknis itu lalu bisa jadi coomic yg hebat.
Namun berhubung ini adalah acara stand up comedy dan stand up comedy adalah sesuatu yg baru di Indonesia, maka rasanya pantas kalau ada unsur edukasinya, tmsk dengan memasukkan teknis2 tadi.
Ketika juri memastikan utk menilai jga performa selama musim kompetisi, Ryan semakin jelas unggul.
Di beberapa eps, Akbar sempat masuk zona tdk aman dan hampir tereliminasi. Sementara Ryan dari awal sampe akhir slalu aman
Ryan, tidak menang karena dia org Jakarta
Akbar, tidak kalah karena dia org Surabaya.
Akbar tidak kalah karena dia logatnya Surabaya dan Ryan bukan menang karena dia pake “gue-elo”
Itu anggapan menggelikan yang datang dari orang minder yang mudah tersinggung thd hal2 yg tidak nyata. Hal2 yang hanya ada dalam benaknya saja.
Menikmati Stand Up Comedy JUSTRU harus melihat dan menilai lebih dalam daripada bahasa yang diucapkan.
Menikmati Stand Up Comedy harus melihat dan menilai maksud di balik ucapan
Orang yang menilai Stand Up dari bahasa yg digunakan sesungguhnya blm siap utk menikmati maksud dibalik ucapan seorang comic
Stand Up Comedy, seperti kesenian yang lain, cocok cocokan dgn selera.
Kalau ga suka dgn Eminem yg ngerapnya bahasa kasar dan slang, dengerin Will Smith yang bersih dari umpatan dan baku
Apakah Will Smith lebih baik daripada Eminem?
Tentu tidak, pertanyaan yang bodoh.
Kalau bahasa dibiarkan diatur2, apalagi topik?
Jangan jangan nanti Stand Up Comedy di Indonesia kalau bahasa di atur atur kelak ga bisa membahas hal hal yg merupakan keresahan orang orang seperti isu SARA dll yg JUSTRU merupakan akar dari Stand Up Comedy
Nikmatilah Stand Up Comedy dgn dewasa.
Kalau anda ga suka, bukan berarti dia jelek.
Berarti dia ga sesuai dgn selera anda. Itu saja.
Memang, belajar utk bisa menerima ini tidak mudah.
Susah, tapi pasti bisa 🙂