Nama saya Pandji Pragiwaksono
Waktu saya mewawancarai orang orang atheis, saya dicap pro atheism
Waktu saya mewawancarai FPI dengan mengundang Habib Riziq yg kemudian dioper ke Munarman dan batal hingga akhirnya dapat ketua DPP DKI Jakarta Habib Selon, saya dicap pro FPI
Waktu saya mewawancari JIL dengan Mas Ulil sebagai narsum, saya dicap pro JIL
Malam ini saya mewawancarai IndonesiaTanpaJIL saya dicap pro Bigot.
Aneh, kenapa nggak ada yang ngasi saya label: Langsing
Atau: Ganteng.
Mendapatkan cercaan dan cemoohan bukan hal biasa
Bahkan, saking terbiasanya, saya sangat hafal bahwa kebanyakan mereka yang mencemooh saya dari SMS ke radio ataupun ke twitter saya, rata rata tidak berani mengucapkannya langsung kepada saya.
Dalam beberapa kesempatan, yang menghina paling lantang, justru ngajak foto bareng.
Hehehe
Malam ini, serupa. Tidak ada yang beda.
Yang baru, adalah sebuah penyadaran baru yang hinggap di kepala saya.
Mari saya ceritakan…
Malam ini, karena penasaran yang memuncak saya memutuskan untuk membahas #IndonesiaTanpaJIL
Salah satu alasan utamanya adalah, karena tagar tersebut lahir sebagai reaksi dari #IndonesiaTanpaFPI
Saya bingung, mengapa Indonesia Tanpa FPI melahirkan Indonesia Tanpa JIL..
Ada yg tidak nyambung.
Apakah kalau saya tidak setuju dengan FPI lalu saya otomatis JIL?
Maka kami undang teman teman #IndonesiaTanpaJIL diwakili oleh Akmal dan supaya imbang, kami undang perwakilan dari JIL yaitu Mas Abdul Moqsith Ghazali. Keduanya memastikan akan hadir dengan kesadaran penuh akan ada pihak yang berseberangan
Keduanya kami hubungi sejak Jumat tanggal 11 Mei. Acara kami tanggal 15 Mei.
Mendadak, Mas Abdul Moqsith siang tanggal 15 Mei mengabarkan tidak bisa hadir karena istrinya sakit.
Khawatir karena takut jadi tidak imbang diskusinya, tim Provocative Proactive Radio menghubungi Mas Ulil. Mas Ulil sendiri berkeberatan. Saya cukup paham karena waktu itu Mas Ulil pernah berkata bahwa beliau lelah berdiskusi soal JIL karena rata rata tidak ada ujungnya. Mas Ulil menawarkan Mas Guntur Romli. Ketika kami hubungi, Mas Guntur Romli menyarankan nama lain Mas Said Iman. Akhirnya, kami berhasil mendapatkan konfirmasi Mas Assyaukanie.
Merasa aman karena diskusi ini akan imbang, tiba tiba 30 menit sebelum acara, Mas Assyaukanie membatalkan karena enggan berdebat dengan #IndonesiaTanpaJIL.
Tim kami coba hubungi Mas Ahmad Syukron Amin untuk wawancara via telfon, beliau menolak karena mrasa tidak pantas mewakili JIL.
Terpaksalah kami berjalan dengan tanpa pihak dari JIL untuk menyeimbangkan.
Sampai sini, saya ingin menjelaskan, terutama kepada Mas Guntur Romli yang dalam beberapa tweetnya merasa kami berusaha tidak jujur dengan diam diam akan kehadiran pihak berlawanan dan bahwa kami tidak professional karena mepet, mungkin bisa konfirmasi ke Mas Ulil. Nama beliau kami dapatkan dari Mas Ulil yang tahu bahwa Mas Moqsith mendadak membatalkan. Tidak ada diam diam lha wong di twitter saja sudah saya ungkap keberadaan 2 sisi tersebut.
Banyak yang mention saya terhadap tweet Mas Guntur, tapi saya rasa tulisan ini akan menjelaskan.
Kembali ke wawancara, Mas Akmal yang mewakili #IndonesiaTanpaJIL ternyata adalah teman main basket di ITB dulu (walaupun saya berwajah model pakaian musim dingin, tapi saya beneran kok kuliah di ITB. Tepatnya di FSRD ITB)
Saya membuka pertanyaan dengan “Kenapa tagar #IndonesiaTanpaFPI kemudian diimbangi dengan #IndonesiaTanpaJIL? Memangnya kalau saya tidak setuju FPI maka saya otomatis JIL?”
Akmal menjawab dengan, tagar kami tidak ada hubungannya dengan IndonesiaTanpaFPI.
Saya tanya lagi, lalu kenapa diplesetkan dan kenapa nyambungnya ke JIL?
“karena pada demo IndonesiaTanpaFPI tanggal 14 februari, ijin kepolisiannya atas nama JIL”
Dalam hati saya berpikir “Lah katanya ga ada hubungannya sama IndonesiaTanpaFPI”
Lalu saya bertanya “Berarti yang anda coba untuk serang adalah JILnya dan bukan orang orang yang kontra terhadap FPI?”. Akmal mengiyakan, dalam satu kesempatan dia juga berkata di dalam #IndonesiaTanpaJIL ada juga yang kritis terhadap FPI.
Dalam penggalian saya, ditemukan bahwa #IndonesiaTanpaJIL adalah wujud dari kekesalan yang terpendam begitu lama.
JIL memang sejak lama dibenci orang karena dianggap “sembarangan” dalam menafsirkan isi Al Quran dan mempertanyakan hal hal yang harusnya mutlak tidak didebat, bahwa Islam agama terakhir, Rasulullah SAW adalah yang terakhir dan Allah SWT adalah Tuhan yang kita yakini
Mas Ulil dalam wawancara kami juga menyatakan beliau sempat dianggap darahnya halal, karenanya banyak yang berusaha membunuh beliau.
Not the kind of life I’d call comfortable.
Dalam diskusi saya, sayapun berkesimpulan tidak setuju dengan pendekatan yang JIL ambil. Sama dengan pendapat yang dimiliki Akmal, BEDANYA, saya tidak mengharapkan JIL utk bubar. Sementara, Akmal dan #IndonesiaTanpaJIL ingin “mematikan” JIL.
Here’s an illustration to explain my stand point :
Saya setuju saja dengan pernikahan sesama jenis, karena banyak sahabat saya yang gay dan saya rasa kalau 2 orang saling mencintai ya boleh boleh saja menikah.
Saya nggak ada urusan melarang mereka, karena itu kehidupan mereka. Namun saya, merasa itu disalahkan oleh agama. Tapi kalaupun ada dosa, itu ditanggung mereka dan saya rasa merekapun tahu resikonya.
Saya tidak paham kenapa ada yang benci gay dan lesbian. Bagi saya, ini adalah pilihan. Seperti saya yang memilih untuk lebih suka Jay Z dari pada Justin Bieber.
Orang yang suka Bieber, ya biarlah. Toh kalau mereka ingin meyakinkan saya untuk jadi belieber, pendirian saya teguh. Saya pilih Jay Z.
Kalau saya tidak ingin anak saya jadi gay, ya saya urus anak saya. Bukan melarang orang lain.
Jadi dalam hal ini, saya tidak setuju dengan beberapa pandangan JIL tapi saya tidak setuju dengan pendekatan #IndonesiaTanpaJIL
Saya tidak setuju dengan pembubaran karena tidak ada satupun yang bisa membunuh sebuah gagasan.
Kalau JIL bubarpun, akan lahir lagi dalam nama yang beda. Misalnya Neo JIL atau JIL perjuangan.
Lagipula, lawan ide dengan ide. Lawan gagasan dengan gagasan. Lawan buku dengan buku.
Jangan lawan ide dengan pemasungan.
Saya lebih senang kalau #IndonesiaTanpaJIL berkegiatan dalam bentuk penyuluhan kepada masyarakat, daripada “pembunuhan” kepada organisasi.
Tapi sekali lagi, itu keputusan teman teman di #IndonesiaTanpaJIL, walau saya berseberang dengan mereka tapi mereka berhak memiliki pendapat itu.
Saya sempat katakan kepada Akmal, saya rasa kekesalan orang terhadap #IndonesiaTanpaJIL adalah karena mereka dianggap anti Liberalisme.
Dalam beberapa tweet, ada yang bilang “Para liberal tidak berani datang! Hapuskan liberal” dan semacamnya. Yang menurut saya aneh, karena Liberal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah”Bersifat bebas, Berpandangan bebas”
Dengan definisi tersebut, kita semua adalah penikmat liberalism. Termasuk yang tadi ngetweet “Hapuskan liberal” karena kebebasan dia berpendapat adalah karena praktek Liberalisme.
Dalam sejarahnya, Liberalisme hadir sebagai perlawanan terhadap sistem kerajaan dan sistem keagamaan yang mengekang.
Di buku The Future Of Freedom-nya Fareed Zakaria (editor newsweek international) dijelaskan bahwa “masalah” mulai muncul ketika dipisahkan antara State dan Church.
Constantine memindahkan pemerintahan dari Roma menuju kota yang kemudian dinamai Konstantinopel. Semua dibawa pindah termasuk segala perangkat pemerintahannya. Yg dia tinggal, adalah The Bishop of Rome.
Masing masing tumbuh dan menguatkan kuasanya dengan korban rakyat di bawahnya. Kondisi gereja inilah yang akhirnya melahirkan apa yang kita kenal dengan Kristen Protestan tapi dunia mengenalnya dengan Christianity yg jadi opsi terhadap mereka yang tidak setuju dengan Catholic pada jaman tersebut
Liberalisme lahir sebagai perlawanan dan membawa kebebasan kembali kepada rakyatnya. Liberalisme lahir untuk mengembalikan hak dasar manusia, di antaranya: Kebebasan berpendapat dan berasosiasi. Sesuatu yang dinikmati oleh teman teman #IndonesiaTanpaJIL
Akmal menjawab, “Kami tidak anti Liberal, kami anti Islam Liberal dan dengan itu kami anti terhadap organisasi yg mengusung dan menyebar luaskan Islam Liberal”
Saya tanya lagi “Kalau begitu mengapa kalian ikutan demo Anti Liberal?”
Akmal menjawab “Kami hanya berpartisipasi tapi juga menyayangkan terhadap penggunaan nama Anti Liberal”. Menurut Akmal, penggagas demo tersebut adalah FUI.
Akmal berargumen, lebih banyak yang mendukung #IndonesiaTanpaJIL daripada #IndonesiaTanpaFPI. Saya tanya data statistic jelasnya dari mana, Akmal kurang bisa memberikan jawaban yang memuaskan saya.
Sayapun bilang “Terus terang gue kuatir dengan ucapan elo tadi. Karena kalau ada 1 pihak bilang dia paling banyak dukungan dan yang lain tidak, maka nanti pihak yang lain akan berlomba lomba menambah dan menunjukkan banyaknya dukungan. Kemudian elo juga akan melawan dengan menambah dukunga. The next thing you know, you have a country devided in 2”
Terus terang, saya sedih.
Keinginan saya hanya satu, kita tidak berantem
Saya tidak ingin kita semua sependapat
Saya tidak ingin kita semua mempercayai hal yang sama, berkeyakinan yang sama.
Saya tetap ingin ada perbedaan
Yang saya tidak inginkan adalah, orang orang berantem gara gara perbedaan tersebut
Dari kecil, saya selalu berada di antara permusuhan Ayah dan Ibu saya di rumah.
Saya tidak benar benar di antara mereka berdua yang berantem, tapi kami tinggal di rumah yang sama.
Bahkan ketika berceraipun, saya masih ditengah tengah permusuhan mereka. Hanya saja jaraknya melebar. Tapi saya masih di tengah tengah.
Rasanya, sangat sangat tidak menyenangkan. Apalagi karena saya sangat menyayangi mereka berdua.
Hari ini, menjadi bagian dari bangsa Indonesia, saya merasakan hal yang sama.
Saya di tengah tengah, dan di sekeliling saya di rumah besar bernama Indonesia ini orang orang berantem.
Saya sangat menghormati Mas Ulil, bahkan saya sangat menggemari ngobrol dengan beliau. Sebagai teman diskusi, beliau membantu saya memahami banyak hal terutama akan politik.
Saya berteman dengan Akmal, kami main basket bareng, kami sama sama suka NBA dan saya juga berteman dengan Anggy Umbara seorang Sutradara yang pernah kerja sama dengan saya dalam membuat iklan. I like them, they’re a great company.
Di antara mereka, saya seperti anak kecil yang menoleh ke atas sambil berkata lirih “why do you guys fight?”
………
Saya lelah melihat orang orang berpikiran tertutup.
Saya ingin melihat lebih banyak orang berpikiran terbuka, dalam arti saya mungkin tidak setuju dengan pendapat anda, tapi saya bisa menerima. Saya tidak harus keras melawan pendapat anda. Dan kita bisa terus berteman.
Indonesia, terutama di twitter, penuh dengan orang orang keras yang gatal kalau bertemu dengan orang lain yang beda pendapat. Gatal ingin membenarkan.
Selesai wawancara ini, twitter ramai membahas ini dan itu.
Mereka yang mendukung JIL kecewa dan mencap saya tidak seimbang, mencap saya fundamentalis, mencap saya licik dan lain lain.
Saya tidak kesal, bukan itu yang ingin saya bahas.. yang ingin saya bahas adalah bahwa ternyata simpatisan JIL sama insecurenya dengan
simpatisan #IndonesiaTanpaJIL
Waktu saya wawancara JIL tanpa ada pihak lain untuk menyeimbangkan, saya dihajar bertubi tubi oleh mereka yang kontra JIL
Waktu saya wawancara pihak kontra JIL tanpa ada pihak JIL untuk menyeimbangkan, ternyata saya juga dihajar bertubi tubi para simpatisan JIL
Ternyata, kelakuan mereka sama.
Santai aja lah, saya berhak untuk wawancara siapapun dan saya memang berteman dengan siapapun.
Saya tidak pilih pilih dalam berteman, tapi saya juga tidak serta merta bisa dicap sama dengan mereka.
Saya berteman dengan atlet tidak lantas membuat saya jadi atlet.
Saya berteman dengan model tidak lantas membuat saya jadi model.
Saya berteman dengan Mas Ulil tidak lantas membuat saya jadi JIL
Saya berteman dengan Akmal tidak lantas membuat saya menjadi #IndonesiaTanpaJIL.
Santai.
Ga perlu panik
Ga perlu marah marah
Im talkin to both of you, JIL and IndonesiaTanpaJIL supporters
You both turned out to be one of a kind.
You both are bigots in your own way. You are bigots, fanatics in what you both believe in because you hate those who oppose you. You hate them enough for you to say bad things about them.
And you DID say bad things about each other, I know, i read your tweets 🙂
Saya berusaha untuk tidak benci siapapun.
Mungkin karena hidup saya terlalu bahagia untuk saya rusak sendiri dengan repot repot membenci orang.
Its okay, you both can hate me
At least you have 1 thing in common
Who knows, maybe it’ll grow into more things in common
Who knows, maybe you wouldn’t have to fight each other
Who knows, we may have peace after all
Who knows..
Ya, silahkan itu pendapat Kang Pandji, terus terang kalau saya berkeberatan dengan mas Pandji boleh toh? saya keberatan tentang mas juga bikin lelucon (stand up) yang satire tentang agama Islam juga bisa toh, intinya mas mengakui sendiri kalau mas bukan penganut Islam yang taat, jawaban saya cuma satu “Udkhulu bissilmi kaffah” Masuklah ke Islam secara utuh mas,
Meskipun saya juga belum bisa utuh, tetapi saya mencoba, intinya mas tahu arah kata2 saya ini, mari kita2 sama2 kaffah mas, perlahan namun pasti, banyak hal2 diluar lingkungan mas, mas hanya memperhatikan gejala sosial dari sisi pergaulan mas sendiri, memang pastinya pergaulan mas jauh lebih luas dari saya, silahkan mas masuk ke dunia pesantren Islam, Kyai2 yang selalu berjuang tanpa pamrih, Lillahita’ala, yang hidup sederhana, rasakan atmosfer, keindahan2 lain di luar dunia keartisan mas, dunia nyaman dimana semua kebebasan itu tertolerir dengan baik.
Intinya: Mas boleh saja saat ini berada di tengah2 sesuatu, non blok, atau tidak berpihak, tapi suatu saat mas itu harus memilih yang mana yang harus dipilih. “Ihdiina shiratal mustaqiim” Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, dan itu Islam Kaffah mas, kita tidak usah bertarung definisi, mas pasti jauh lebih cerdas dari saya, saya yakin banyak yang mas belum tahu tentang Islam. apalagi saya, saya masih sangat bodoh dalam beragama. #IndonesiaTanpaJIL
sepakat.. 🙂
suka banget sama tulisan ini…
membuat saya benar benar memahami betapa pentingnya kebebasan berpendapat,
argumen dibalas dengan argumen, diskusi dibalas dengan diskusi, buku dibalas dengan buku…
jangan membunuh dan menghalangi kebebasan orang yang berbeda pendapat, karena perbedaan itu indah.
Say No to “Kekerasan” #IndonesiaTanpaFPI
“Saya tidak setuju dengan pendapat anda, tapi saya akan bertarung sampai mati agar anda tetap bisa berpendapat…” – Voltaire (filsuf perancis)… like this! #Liberalisme
whioaa…
setuju gw.. capeeekk bener bacanya yaa..
Jangan baca? loh.. ntar ga tau lagi.. baca tapi mikir.. dan terus2an bikin gw berfikir.. ini pop tho sing diantemi???
May both of them realize that we all live in the same earth.. 🙂
Biarin aj Mas keduanya hidup (berdampingan?) :D. Tp kalau keduanya bermotivasi untuk “saling melenyapkan”, maka baik #indonesia tanpa fpi maupun #indonesia tanpa jil sama2 berlandas pemahaman yg sama dengan gerakan politis #indonesia tanpa pki di masa lampau yg ujungnya hy perpecahan bgs….Who knows?
Kalau orang berfikiran untuk orang lain atau untuk generasi selanjutnya, pasti tidak akan berfikir dosa ya biar kan dia sendiri yang dosa, atau tooh mereka tau konsekuensi dari perbuatan yang dia lakukan jadi biarkan saja,,..
Saya hanya berfikir gimana jika perbuatan dosa itu sudah dimaklumi di Indonesia ini, yang lesbi atau homo anda sudah tau kalau itu dosa bukan, masa mau di support mereka selalu berbuat dosa, di ingatkan dong mana tau suatu saat dia sadar akan perbuatannya.
kalau orang berbuat yang dilarang dalam agama di birkan, orang-orang bermaksiat di Indonesia ini dimaklumi dengan argumen bahwa tooh yang nanggung dosa mereka sendiri itu salah brother, Ok, kita bisa ngomong anak kita nanti dididik aja dengan baik supaya tidak seperti itu. hellow apakah akan bisa mendidik menjadi orang baik di tengah lingkungan yang sudah “menghalalkan” perbuatan dosa (perbuatan dosa tidak ada yang melarang), lingkungan itu akan mempengaruhi mas bro, sehebat apapun imunitas kita terhadap perbuatan yang tidak baik lama-kelamaan akan terpengaruh juga, apa lagi JIL hadir disini menjadi pihak yang mengaburkan yang halal dan yang haram. kalau sekarang sih anda bisa bilang gak masalah, mungkin suatu saat nanti ketika ide-ide JIL ini teraplikasikan (Na’udzubillah min dzalik) maka mungkin akan sulit mengatakan seorang lesbi itu salah, karena sudah jadi kebiasaan di masyarakat,..
bukan tidak mungkin looh, sekarang orang berzinah masih malu-malu tapi jika berzinah itu tidak lagi dipandang sebagai perbuatan yang salah maka akan lebih banyak lagi pezinah-pezina berikutnya..
coba deh lebih cermat membaca ide-ide JIL ini, mereka selalu mensupport perbuatan-perbuatan yang dilarang agama dan jangan mudah terpengaruh oleh kata-kata mereka yang seolah-olah bagus padahal menjerumuskan ke arah yang buruk,..
Islam itu tidak mengajarkan kehidupan yang Individual, tapi harus peduli pula terhadap oranglain..
Ah kalo gue sih #IndonesiatanpaJIL mas Pandji, JIL kan memelintir ajaran Islam. Dalam Islam diperbolehkan nikah sesama jenis?
Ini counter saya terhadap tulisan Anda Sdr.Pandji.
http://razmal.blogspot.com/2013/05/jil-fpi-indonesia-tanpa-fpi-dan.html
Kebetulan kemarin abis nonton tour standup-nya #MessakeBangsaku bang pandji di bekasi
ada materi tentang GAY dan LESBI…
pandangan agama sih melarang bang…
yg dikritisi mas pandji itu perbedaan yg membuat kita sebagai warga negara indonesia untuk saling menghargai,bukan saling “menjatuhkan” .
karna
perbedaan + KEKERASAN = KEHANCURAN
dan
Perbedaan +MENGHARGAI= KESEJAHTERAAN
itu benar mas.
tetapi untuk berbicara mengenai ILMU yg lebih dalam(khususnya Agama)..
kita gak bisa mengarungi samudra dengan tanpa bekal bukan?
jangan apatis laaah mas bro.#IndonesiatanpaJIL
Ketika urusan orang lain lebih nikmat, atau ketika urusan iman orang lain yg lebih nikmat didebat… atau ah sudahlah…
Tulisan bagus.. mari sama2 kita lihat Faktanya #ITJ dan #JIL kita bisa menilai sesuai dgn pandangan sendiri. bukan hasutan org lain. kita sudah dewasa. Contoh: coba di cek image ITJ di sosial media khususnya di twitter dan image JIL itu sendiri. hihihi dan lihat juga di lapangan.
mantap 😀 pegel mata bacanya…hahaha
Mas Pandji, Anda terlalu keras berusaha untuk terlihat pintar..
yang terlihat malah sebaliknya
Assalamu’alaikum buat yang baca.
Sangat tidak benar islam liberal itu. Islam ya Islam (Alquran plus sunnah Rasulullah Muhammad SAW). Islam liberal? Keluar saja dari Islam (na’udzubillah summa na’udzubillah), tanggalkan identitas Islam nya, dan jangan utarakan pikiran-pikiran liberalnya mengatasnamakan diri seorang muslim (munafik itu, bisa jadi lebih dari munafik).
Mas Pandji, titik beratnya islam liberal apa liberal? (jadi rancu baca tulisannya, baik hapus aja mas). Setahu saya ga ada namanya liberal. Semua di atur aturan plus hukum. Manusia aja punya aturan hidup, negara punya aturan hukum, apalagi ISLAM (nanti ada lagi sebutan “hukum liberal”, jelas liberal itu ga punya hukum, pintar-pintar bodoh apa bodoh-bodohi orang? Apa mau merusak umat Islam?).
Kalo liberal, mmm… mungkin itu suatu alam tanpa ada makhluk yg berakal (manusia) di dlm nya, bebas tanpa aturan (itu pun bagi yang tidak percaya ketentuan Allah bagi makhluknya).
Yang netral? Hihi… ga punya prinsip, apa mungkin ga punya aturan hidup juga? Janganlah, kalau mau rusak jangan ajak orang lain (manusia jahat itu namanya).
Jadi, apa masih mau liberal? Sungguh sayang anda-anda sebagai manusia (makhluk ber Tuhan, berakal, bersosial dan punya masa depan) itupun yang masih merasa manusia.
Wallahu a’lam a’laa. Wassalamu’alaikum.
Yap setuju bgt sm mas panji di tulisan ini. Msh banyak hal yg harus dilakukan daripada menyebarkan propaganda ‘paham kita benar dan yg lain salah’ 🙂
Yang paling penting sih jangan sampe ada muslim yang gak tau kalo orang disekitarnya itu ternyata JIL…
Yang penting orang muslim harus tau kalo misalnya ada orang JIL disekitarnya…
Kenapa orang” jil itu g bikin agama baru, atau atheis skalian..
Dalam quran setau saya gay lesbian dilarang, bible jg melarang. bener bgt kalo gay lesbian itu urusan masing”, nah nanti jadi urusan lo kalo misal ada kerabat lo atau org yg lo sayang kena penyakit… *amit” (bukan ngedoain)
jadi lbih milih nglarang ato cuek nji?
Sama kyk agama, lo mau liberal, lurus? Ato perlu kena tampar dl dari malaikat baru sadar jg boleh… hahaha..
Setuju banget Mas Pandji, two thumbs up. Butuh banyak orang seperti Mas pandji supaya Indonesia rukun dan damai. Saya sendiri dari kamu minoritas, minoritas agama, minoritas suku dan minoritas geneder. Mungkin karena ke-minoritas-an saya, saya mengerti untuk bertoleran dengan tamn-teman yang berbeda SARA dan berbeda pendapat dari saya. Perbedaan itu memperkaya, bukan memecahkan. Salam.
aslm, mas pandji yang baik, inget mas, hablum minallah dan hablum minan-nas. dua hal itu gabisa kita lepas dari tujuan kita diciptakan oleh Allah yang Maha Baik. akhlaqul karimah dibangun di atas kerangka hubungan dengan Allah melalui perjanjian yang diatur dalam Syari’at-Nya berkenaan dengan kewajiban menunaikan hak-hak Allah Ta’ala dan juga kerangka hubungan dengan sesama manusia melalui kewajiban menunaikan hak-hak sesama manusia baik yang muslim maupun yang kafir.
intinya adalah sebagai khalifah di bumi kita punya kewajiban untuk saling mengingatkan, masa udah tau saudara kita salah ga diingetin dengan dalih, “biar aja, toh dia udah tau resikony, yang penting anak gw aman, gak gw bolehin jdi gay or lesbian”, iya?astagfirullah, egois bukan itu namanya?, saya disini juga dalm rangka mengingatkan mas pandji, yang notabene saudara saya, sesama muslim bersaudara toh, :),
mengingatkan bukan berarti saya ngerasa lebih pintar, tp saya gak ingin saudara sya yang baik ini (aset islam malah) jd makin jauh terpuruk dalam ketidakpahamannya,
semoga Allah melindungi mas Pandji, dan memberikan hidayah untuk mas Pandji, inget mas ga ada yng namanya toleransi dalam beragama, yg dibolehkan toleransi antar pemeluknya. 🙂
wasallamualaikum wr wb,
Sepakat
Disitulah perbedaan mendasar cara berpikir mas pandji dengan aktivis yg berdakwah islam.. Anda selalu mengulang utk membiarkan mereka yg berbeda. Buat anda gay, lesbi, JIL, dll itu urusan mereka.. kebebasan mereka. Tapi buat seorang muslim (yg setau saya diajarkan Rosul) bahwa kita juga diwajibkan mengajak orang dalam kebaikan (bahasa kerennya ngajak orang taat ke Allah), dan wajib mencegah terjadinya keburukan. Istilahnya Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Ini kewajiban juga. Jadi kalau kita pengen JIL bubar bukan krn anti sama ulil, tapi kita anti sama keburukan-keburukan yg ditimbulkan. Yg bisa mengajak orang lain kepada keburukan, maksiat, dll.. Itulah yg menurut saya membuat pemikiran anda ga sejalan dgn aktivis-aktivis muslim itu..