Menurut beberapa ahli, salah satu pemicu revolusi di negara negara timur tengah, adalah keterbukaan Informasi. Masyarakat di sejumlah negara, nonton Al Jazeera, CNN, membaca internet dan menemukan wawasan baru. Bahwa ternyata selama ini ada pilihan lain tersedia dalam hidup selama mau diperjuangkan.
Bahwa mereka tidak harus hidup dibawah rezim yg begitu lama.
Bahwa negara negara lain (kelihatannya) bahagia hidup dibawah pemerintahan yg demokratis dan berganti2 dalam periode tertentu
Maka melawanlah mereka.
Tapi ada perbedaan mendasar antara revolusi yang terjadi di Tunisia dan Mesir.
Revolusi di Tunisia, membuka jalan utk pemerintahan yg baru sama sekali. Sementara di Mesir, yang menggantikan tidak lain adalah orang lama yg berada dibawah Hosni Mubarak.
Seperti kisah PSSI kita laah 🙂
Namun diluar itu, Tunisia, Mesir, Libya dan negara negara lain menunjukkan sebuah geliat.
Geliat perlawanan. Perjuangan. Dipicu dan didorong, oleh para pemudanya
Hari ini, Demokrasi, mulai diperjuangkan
Dengan kesadaran bahwa mereka bisa membawa perubahan, pemuda di Indonesia mengambil peran dlm politik, mereka memutuskan untuk turun dlm pemilu
Tentu, ini membawa sesuatu yang baik utk Indonesia. Namun dibalik itu, sebuah ancaman bersiap utk menerkam, keluar dari persembunyian.
Ancaman ini, siap menerkam “kepolosan” para pemuda dalam berpolitik.
Sebenarnya, masyarakat Indonesia memang masih muda dalam berpolitik.
Beberapa pengamat politik dan politisi di Indonesia pernah mengaku kpd saya “Indonesia ini dunia politiknya sangat terbelakang. Purba”
Salah satu bentuk kepurba-annya adalah mudahnya suara dibeli lewat uang.
Harusnya, kita memilih pemimpin atau wakil yang sesuai dgn keinginan kita. Yg menurut kita akan membawa hal baik utk diri kita. Tapi di begitu banyak daerah di Indonesia seorang pemilih bisa memilih siapapun yang memberinya uang
Makanya, ada istilah “Serangan Fajar”.
Dimana pada pagi hari, tim sukses seorang calon kepala daerah (misalnya dlm kasus pilkada) keliling keliling ke rumah rumah dan memberikan uang kpd penduduk utk memilih calon mereka.
Ini lazim sekali terjadi. Bahkan konon, gara gara ini pula, sebuah polling di daerah tertentu bisa tidak relevan sama sekali.
Survey misalnya menyatakan calon A difavoritkan, lalu tiba tiba yang menang justru calon B.
Inilah kekuatan “Serangan Fajar”
Pemuda Indonesia, terutama yang di kota kota besar, mungkin tidak akan menerima “Serangan Fajar” berupa uang. Namun bisa jadi, mereka akan termakan bentuk baru “serangan fajar”
Yaitu Tweet penggiring opini yg akan dilancarkan menjelang dan terutama pada pagi hari pemilihan nanti.
Terakhir saya jadi bagian sebuah pemilu adalah tahun 2009 (Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif)
Twitter baru meledak penggunanya pasca #IndonesiaUnite di bulan Juli 2009.
Artinya, penggunanya masih sedikit sekali dibandingkan hari ini.
Pada masa itupun, akun akun pseudonym (sebutan yg lebih benar utk istilah “akun anonim” selama ini) belum ada. Kalaupun ada, belum banyak.
Sementara hari ini, saya bisa sebut akun akun pseudonym itu bekerja utk partai apa saja dan siapa yang jadi adminnya.
Atau siapa siapa saja kalau dalam konteks akun pseudonym tertentu yg diadmin secara bergantian :p
Ini bagi saya meresahkan.
Twitter, jadi kancah perang pemenangan opini
Twitter sudah jadi arena di
mana kebohongan yang disebarkan bertempur melawan kebenaran yang dipaksakan
Hal terburuk yg bisa terjadi, adalah kita memilih orang yang salah
Ingat bahwa demokrasi dan Pemerintahan yg baik tdk ada hubungannya
Krn demokrasi dgn sgala hak yg didapat didlmnya, (pemilu yg adil, pemisahan kekuasaan, penegakkan hukum, kebebasan berpendapat, berserikat, beragama) bisa dimanipulasi
Bukti? Hitler jadi kanselir jerman lewat pemilu!
Image / citra adalah btk manipulasi tersebut
Orang pada umumnya, kalau tidak punya informasi lain untuk dijadikan dasar, akan memilih orang yang dia suka.
Suka itu sangat subjektif.
Itulah mengapa SBY menyanyi lagu “Pelangi di matamu” pas kampanye
Mari kita bahas SBY dan citranya di mata masyarakat.
SBY secara citra sungguh merupakan sosok yg mudah utk disukai.
He’s quite presidential.
Pertama, beliau tinggi.
Bisa jadi Presiden tertinggi dlm sejarah Indonesia.
Bertuturnya runut dan baik.
Jago bahasa inggris
Sekolahnya tinggi
Dan, dia bisa nyanyi.
Sekarang, yg ngetrend secara umum adalah musik. Puluhan tahun lagi, bisa jadi capres main skate atau main nintendo wii untuk memenangkan hari para pemilih..
Hehehe
Contoh citra SBY itu adalah faktor utama pemenangannya, adalah dari sebuah wawancara yang saya dan tim @provocactive lakukan beberapa minggu kemarin.
Kami bertanya 3 kata yang menurutnya mewakili SBY.
Ketika kami tanya kepada beberapa mahasiswa/i, jawaban mereka adalah: TEGAS.
Ketika ditanya apakah mereka mengikuti pemberitaan atau kabar yg berkaitan dgn kepemimpinan SBY, mereka menjawab tidak. Artinya, mereka menilai hanya dari penampilan fisiknya saja.
Bayangkan
Padahal kita semua tahu, bapak SBY adalah salah satu Presiden paling lamban dlm bereaksi, paling penuh kebimbangan dan paling sering berkompromi
Bayangkan
Kalau anak muda Indonesia, yg masih sangat mudah terpengaruh oleh “kulit” daripada “isi” diserang lewat jejaring sosial dgn pencitraan pencitraan.
Nilailah seseorang dari apa yang dia lakukan dan apa yang tidak dia lakukan
Jangan terjebak simbol
Tidak selamanya yg berpeci itu suci
Tidak selamanya yg berbaju pink itu banci
Jadilah pemuda yg bisa menilai dengan benar
Jadilah pemuda yg tidak termakan serangan fajar